Bagaimana HRIS bisa mempermudah proses cuti pegawai atau cuti karyawan? Di sini Anda akan menemukan panduan lengkapnya. Akan berguna kalau perusahaan anda menggunakan Aplikasi HRIS seperti Talenta.
Salah satu hak karyawan dalam bekerja adalah mendapatkan cuti. Adapun cuti karyawan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis.
Kebijakan pemberlakukan aturan cuti pun berbeda-beda di setiap perusahaan.
Namun kebijakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana salah satu pasalnya mengatur soal cuti.
Cuti karyawan atau cuti pegawai biasanya tertera pada contoh surat perjanjian kontrak kerja karyawan swasta. Surat ini diberikan sebelum karyawan bergabung dalam perusahaan. Jika disepakati, karyawan akan menandatanganinya sebagai bentuk perjanjian antar karyawan dan perusahaan.
Perusahaan perlu memberikan penjelasan lengkap agar karyawan memahami ketentuan yang berlaku pada perusahaan.
Sehingga di kemudian hari tidak terjadi kesalahpahaman terkait hak cuti akibat kontrak yang kurang jelas.
Jika perlu, ikutkan semua karyawan dalam sosialisasi cuti terutama bagi karyawan baru agar karyawan lama tidak lupa dengan kebijakan ini.
Pengelolaan terkait cuti perlu dilakukan dengan cermat demi pemenuhan hak karyawan dan kelancaran operasional perusahaan. Sebab jika tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak.
Cuti pegawai yang dikelola dengan baik juga akan mempertahankan karyawan, sehingga angka turnover rate karyawan juga rendah.
Untuk itu, demi pengelolaan cuti yang baik, diperlukan sebuah aplikasi HRIS atau Human Resources Information System seperti Talenta.
Anda juga bisa Coba Gratis Talenta sekarang dengan klik gambar dibawah.
Saya Mau Coba Gratis Talenta Sekarang!
atau
Saya Mau Bertanya Ke Sales Talenta Sekarang!
Regulasi Mengenai Cuti pegawai / Cuti Karyawan
Cuti karyawan secara spesifik sudah diatur dalam Undang Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Mengacu kepada Undang Undang Ketenagakerjaan, berikut ini adalah hak cuti yang seharusnya didapatkan oleh karyawan saat bekerja di sebuah perusahaan:
Cuti Tahunan
Buat Anda yang bertanya-tanya mengenai jumlah cuti satu ini, tak perlu bingung karena sudah diatur di peraturan tentang cuti tahunan karyawan swasta di bawah ini:
Dalam Pasal 79 ayat (2) poin (c) menyebutkan bahwa hak cuti tahunan akan diberikan kepada pekerja atau karyawan yang telah memenuhi masa kerja selama 12 (dua belas) bulan atau satu tahun secara berkesinambungan. Jumlah hari yang diberikan sebagai cuti karyawan adalah sebanyak 12.
Namun, perusahaan memiliki aturannya masing-masing dalam menentukan jumlah hari cuti.
Karena tidak sedikit perusahaan yang memutuskan untuk menambah jatah cuti sesuai dengan posisi di kantor tersebut.
Banyak pula perusahaan yang telah memberikan hak cuti penuh pada karyawan meski belum bekerja selama satu tahun.
Sering kali, hak cuti tahunan diberikan pada bulan keempat karyawan bekerja setelah lolos dari masa percobaan (probation).
Saat karyawan dalam masa cuti, perusahaan wajib memberikan upah harian secara penuh tanpa pemotongan apa pun sesuai dengan Pasal 84.
Baca juga: Jangan Salah! Begini Cara Menghitung Gaji Karyawan Harian
Cuti Sakit
Cuti pegawai berikutnya adalah cuti sakit karyawan.
Cuti ini dibuat bagi karyawan yang tidak mampu bekerja karena alasan kesehatan.
Aturan cuti sakit ini juga berbeda di setiap perusahaan.
Ada yang memberikan perizinan maksimal tiga hari hingga harus melampirkan surat izin dokter.
Ada juga yang dari hari pertama sudah harus melampirkan surat keterangan sakit.
Cuti sakit ini biasanya disatukan dengan cuti haid yang ditujukan khusus untuk perempuan, yaitu pada hari pertama dan kedua masa menstruasi.
Aturan ini sesuai dengan Pasal 81 dan Pasal 93 ayat (2).
Namun, beberapa perusahaan sering kali tidak mencantumkan cuti ini.
Baca juga: Penting bagi HR, Ini Panduan Lengkap UU Ketenagakerjaan Indonesia
Cuti Besar
Selain cuti tahunan ada juga cuti khusus yang diatur dalam undang-undang, yakni cuti yang diberikan kepada pegawai karena alasan loyalitas yang tinggi yaitu cuti besar atau cuti istirahat.
Cuti besar ditujukan untuk karyawan yang telah bekerja dalam waktu yang lama, minimal enam tahun. Berdasarkan Pasal 79 ayat (2), disebutkan bahwa karyawan wajib mendapatkan istirahat panjang sekurangnya dua bulan untuk masa kerja sekurangnya enam tahun dan berlaku pada tahun berikutnya.
Perlu diketahui, karyawan yang telah mendapatkan cuti besar tidak lagi mendapatkan cuti tahunan.
Jadi, masa cutinya adalah 30 hari kerja selama satu tahun dan jumlah yang sama pada tahun berikutnya.
Cuti besar ini berlaku kelipatan, sehingga akan diperoleh kembali ketika masa kerja karyawan menginjak 12 tahun.
Baca Juga: Serba-Serbi Aturan Cuti Besar yang Harus Diketahui Perusahaan
Cuti Bersama
Cuti bersama merupakan jatah cuti pegawai yang biasanya diberikan jika ada perayaan hari besar keagamaan.
Khusus bagi perusahaan swasta, aturan ini berlaku dengan memotong jatah cuti tahunan karyawan.
Ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 yang membahas tentang Pelaksanaan Cuti Bersama di Sektor Swasta.
Cuti Hamil dan Melahirkan
Berdasarkan Pasal 82, dinyatakan bahwa karyawan wanita yang sedang hamil berhak untuk mendapatkan hak istirahat cuti hamil selama 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan.
Meski begitu, karyawan boleh bernegosiasi kepada perusahaan terkait pengambilan hak cuti pegawai ini selama tidak melebihi jangka waktu maksimal, yaitu tiga bulan.
Biasanya, karyawan lebih memilih untuk mengambil hak istirahat selama tiga bulan penuh menjelang persalinan.
Sedangkan untuk aturan cuti melahirkan karyawan kontrak sama dengan cuti karyawan tetap, berdasarkan Pasal 82 Ayat 1 UU 13/2003.
Cuti Alasan Penting
Cuti alasan penting berhak didapatkan karyawan yang memang tidak bisa hadir di kantor karena berbagai alasan penting, seperti meninggal, menikah, dan berbagai keperluan mendesak lainnya. Sesuai dengan Pasal 93 ayat (2) dan (4) yang mengatur tentang lama hari cuti yang diperoleh karyawan berdasarkan kepentingannya.
Misalnya, cuti karena karyawan menikah adalah maksimal tiga hari, menikahkan anak, membaptis, atau mengkhitan anak maksimal dua hari, anggota keluarga meninggal maksimal satu hari, anggota keluarga inti meninggal maksimal dua hari, dan istri keguguran atau melahirkan maksimal dua hari.
Beberapa Contoh Kasus Soal Cuti Pegawai / Cuti Karyawan
Meskipun telah diatur dalam Undang Undang Ketenagakerjaan, masih banyak karyawan yang belum paham sepenuhnya mengenai hak cuti.
Banyak dari mereka yang bertanya, bagaimana jika perusahaan tidak mengizinkan karyawannya mengambil cuti tahunan hingga apakah cuti tahunan bisa diuangkan?
Pertanyaan tersebut harusnya tidak lagi ditanyakan apabila karyawan paham dengan regulasi UU No 13 Ketenagakerjaan yang mengatur soal cuti.
Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa kasus yang sering ditanya karyawan terkait dengan hak cuti mereka.
Baca juga: Cara Mudah Mengatur Program Cuti Karyawan untuk Industri Menengah
Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Mengizinkan Karyawan Mengambil Cuti Tahunan?
Pada dasarnya, UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa hak setiap karyawan adalah untuk mendapatkan atau memakai hak cutinya untuk tidak bekerja.
Namun, keadaan sesungguhnya justru berkata sebaliknya.
Masih saja ada perusahaan yang menahan atau menghalangi karyawan untuk mengambil jatah cuti tahunannya.
Penyebab utamanya disinyalir karena faktor finansial. Pasalnya, perusahaan harus tetap membayar karyawan, padahal karyawan tidak bekerja.
Belum lagi dengan pekerjaan yang menumpuk dan harus diserahkan kepada karyawan lain yang pada akhirnya akan memunculkan biaya ekstra untuk membayar upah lembur karyawan pengganti.
Padahal, mengambil cuti ternyata memunculkan dampak baik bagi karyawan dan perusahaan.
Karyawan yang telah menggunakan hak cutinya untuk berlibur atau beristirahat sejenak dari perusahan disinyalir akan menjadi lebih produktif ketika bekerja kembali.
Perusahaan pun bisa memangkas biaya kesehatan akibat karyawan yang sering sakit karena kerja lembur tanpa cuti.
Mengutip BP Lawyers, perusahaan yang tidak mengizinkan karyawannya mengambil cuti tahunan bisa dikategorikan telah melanggar perjanjian dan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku. Jika perkara ini dibawa hingga ke ranah hukum, bukan tidak mungkin perusahaan akan dikenai denda berlipat akibat pelanggaran tersebut.
Hak Cuti bagi Karyawan yang Masih dalam Masa Kontrak
Jika hak cuti tahunan diberikan kepada setiap karyawan yang telah memenuhi masa kerja selama 12 bulan atau karyawan dengan status tetap (permanen), bagaimana dengan karyawan dengan status kontrak?
Apakah juga mendapatkan hak cuti pegawai yang sama?
Mengutip BP Lawyers, pada dasarnya, hak cuti tahunan bagi karyawan dengan status kerja permanen atau pun kontrak tidak terdapat perbedaan.
Hal ini karena Undang Undang Ketenagakerjaan dalam Pasal 79 tidak menyebutkan perbedaan pemberian hak cuti terhadap kedua status karyawan tadi.
Dalam pasal tersebut hanya disebutkan hak cuti tahunan yang berhak didapatkan oleh karyawan dengan lama kerja minimal 12 bulan.
Artinya, meskipun karyawan tersebut berstatus kontrak, jika ia telah melalui masa kerja selama 12 bulan atau lebih, maka berhak baginya untuk mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja setiap tahunnya.
Peraturan ini berlaku pula untuk jenis cuti lainnya, seperti cuti sakit, cuti besar, cuti penting, hingga cuti hamil dan melahirkan untuk karyawan wanita.
Meski begitu, nampaknya beberapa perusahaan tetap membuat aturan dan batasan tersendiri mengenai hak cuti yang didapatkan khusus bagi karyawan kontrak.
Kebijakan ini tentu dibuat berdasarkan visi dan misi perusahaan, karena biasanya, perjanjian kerja antara tenaga kerja kontrak dan tetap memang berbeda.
Maka dari itu, bagian manajemen personalia atau HR sangat berpengaruh dalam penentuan cuti ini.
Baca juga: Alasan Pengajuan Cuti Online Lebih Baik daripada Manual
Adakah Kewajiban Perusahaan Memberikan Kompensasi untuk Mengganti Cuti Tahunan?
Apabila karyawan telah memasuki masa kerja yang berhak memperoleh cuti, maka perusahaan wajib memberikan hak tersebut kepada karyawan sepenuhnya.
Mengutip BP Lawyers, hak cuti pegawai ini bisa ditangguhkan hingga enam bulan lamanya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 Pasal 21.
Namun, penangguhan ini hanya berlaku apabila telah terjadi kesepakatan antara perusahaan dan karyawan, seperti misalnya terdapat keadaan mendesak selama kurun waktu tertentu.
Sementara itu, karyawan yang memilih untuk mengundurkan diri atau dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan dengan masa kerja minimal 18 bulan, karyawan berhak untuk mendapatkan kompensasi cuti tahunan dalam bentuk Uang Penggantian Hak (UPH) dengan besar yang sama seperti hari kerja biasa.
Aturan ini tertulis dalam Undang-Undang Ketenangakerjaan Pasal 77 ayat (2).
Namun, tidak ada aturan resmi atau pun tertulis yang membahas tentang kompensasi atau penggantian cuti tahunan berupa uang jika tidak diambil oleh karyawan yang bersangkutan.
Ini artinya, karyawan yang sudah mendapatkan hak cuti tetapi tidak menggunakannya hingga jatuh tempo, maka cuti tersebut akan hangus dengan sendirinya dan tidak diberlakukan adanya akumulasi atau penggabungan cuti.
Meski begitu, aturan ini bisa ditangguhkan jika ada kesepakatan atau perjanjian antara karyawan dan perusahaan yang membuat sisa cuti yang tidak digunakan bisa diuangkan. Aturan ini telah diberlakukan pada perusahaan skala besar tertentu.
Jika ada usulan ini, pastikan tercatat atau tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman.
Cara Menghitung Uang Penggantian Hak Bagi Karyawan yang Mengundurkan Diri
Setiap karyawan yang mengundurkan diri atas keinginan sendiri atau tanpa paksaan akan mendapatkan Uang Penggantian Hak (UPH) berdasarkan masa kerja masing-masing.
Dalam hal ini, karyawan yang bersangkutan tidak berhak atas kompensasi berupa pesangon, karena pesangon hanya ditujukan untuk karyawan yang mengalami PHK atau mengundurkan diri karena paksaan.
Mengutip BP Lawyers, sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (4), disebutkan bahwa karyawan yang memilih untuk mengundurkan diri akan mendapatkan kompensasi berupa UPH dengan ketentuan perhitungan seperti berikut ini.
Hak cuti tahunan karyawan yang belum diambil hingga hari terakhir masa kerja karyawan dan belum habis masa berlakunya bisa diuangkan.
Poin ini dihitung dengan cara:
1/25 x (Upah Gaji Pokok + Tunjangan Tetap) x Sisa Hari Cuti yang Masih Berlaku
Biaya untuk pekerja dan keluarganya kembali ke tempat awal bekerja.
Biaya untuk mengganti ongkos pengobatan dan/atau perumahan sebesar 15% dari besarnya Uang Penggantian Masa Kerja (UPMK) dan Upah Pokok.
Dasar aturan ini tertulis dalam Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 600/MEN/SJ-HK/VIII/2005.
(Uang penggantian dalam bagian ini tidak ditujukan untuk karyawan yang mengundurkan diri, karena perhitungan berdasarkan hasil kali UPMK dan UP adalah nol. Maka: 15% x 0 = 0).
Segala bentuk jenis tunjangan lainnya yang menjadi hak karyawan sepenuhnya dan diberikan oleh perusahaan sesuai dengan peraturan dan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, seperti misalnya bonus, insentif, dan tunjangan.
Baca juga: Cuti Tahunan Lebih dari 12 Hari, Bolehkah?
Dapatkah Menguangkan Sisa Cuti Pegawai?
Mengutip BP Lawyers, berdasarkan aturan perundangan yang membahas tentang ketenagakerjaan, tidak disebutkan bahwa cuti yang tidak digunakan bisa digantikan dengan kompensasi berupa uang. Namun, peraturan ini ternyata berlaku dan tertulis pada surat perjanjian kerja atau peraturan perusahaan untuk beberapa perusahaan skala besar, sehingga tidak sedikit karyawan yang pada akhirnya memutuskan untuk tetap bekerja tanpa mengambil cuti tahunan demi memperoleh kompensasi.
Meski begitu, peraturan ini ternyata menimbulkan kesenjangan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan skala menengah dan kecil yang tidak memberlakukan pemberian kompensasi sebagai pengganti cuti tahunan yang tidak digunakan.
Pasalnya, karyawan tersebut juga mengalami kesulitan mengajukan cuti tahunan akibat pekerjaan yang menumpuk dan tidak bisa dialihtugaskan.
Pada akhirnya, cuti lebih sering hangus karena tidak bisa digabungkan dengan jatah cuti tahunan periode berikutnya.
Menilik dari masalah ini, sebaiknya perusahaan tidak menyulitkan karyawan yang hendak mengajukan cuti tahunan.
Mengizinkan karyawan mengambil cuti baik untuk kesehatan mental karyawan dan keberlangsungan perusahaan.
Karyawan yang mengambil cuti cenderung lebih produktif dan sehat, sehingga lebih bisa menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan mereka yang terus-menerus bekerja tanpa mengambil jeda cuti.
Cuti Pegawai bagi Karyawan Perempuan Tidak Sebatas Cuti Hamil
Sementara itu, banyak pula karyawan perempuan yang hanya mengetahui bahwa hak mereka saat hamil adalah sebatas cuti hamil atau melahirkan.
Dalam Undang Undang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hak cuti untuk karyawan yang hamil adalah selama 1,5 bulan sebelum dan setelah melahirkan.
Hampir seluruh perusahaan di Indonesia kemudian menggabungkan masa cuti ini menjadi tiga bulan menjelang karyawan wanita melahirkan.
Mengutip BP Lawyers, pada pasal 82 UU Ketenagakerjaan pun menyebutkan bahwa karyawan perempuan yang mengalami keguguran berhak untuk mendapatkan cuti selama 1,5 bulan atau sesuai dengan petunjuk dokter kandungan atau bidan. Meski begitu, aturan ini belum diaplikasikan sepenuhnya di Indonesia.
Ini dibuktikan dengan masih banyaknya karyawan perempuan yang tetap bekerja meski sedang dalam kondisi pascamelahirkan atau selepas keguguran yang seharusnya membutuhkan banyak istirahat.
Selain cuti hamil, keguguran, dan melahirkan, sebenarnya masih ada lagi hak karyawan perempuan hamil yang luput dari perhatian pemilik usaha, seperti hak menyusui, hak perlindungan selama hamil, dan hak mendapatkan biaya persalinan.
Hak menyusui diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa karyawan wanita yang menyusui minimal diberikan waktu untuk memompa ASI atau menyusui pada jam kerja.
Sementara itu, Pasal 76 ayat (2) menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa membahayakan kandungannya sekaligus diri sendiri dan wajib memberikan jaminan perlindungan bagi karyawan wanita yang sedang hamil.
Selanjutnya, aturan mengenai jaminan biaya persalinan diatur dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mewajibkan perusahaan untuk mendaftarkan karyawan dalam program Jamsostek.
Baca juga: Cara Manajemen Cuti yang Adil dan Peran Aplikasi HRIS di Dalamnya
Istri Melahirkan, Suami Dapat Hak Cuti?
Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pekerja laki-laki dengan status suami bisa mengajukan cuti pegawai untuk mendampingi sang istri yang akan melahirkan atau menjalani operasi Caesar.
Tak tanggung-tanggung, jatah yang diberikan pemerintah kepada sang ayah adalah selama 30 hari tanpa memotong cuti tahunan!
Aturan mengenai hak cuti karyawan laki-laki PNS untuk mendampingi sang istri ini tertuang dalam Peraturan Kepala BKN Nomor 24 Tahun 2007.
Isinya mengenai Tata Cara pemberian Cuti PNS yang menyebutkan bahwa cuti dapat diberikan pada karyawan saat sang istri melahirkan atau menjalani operasi Caesar karena alasan penting.
Pengambilan cuti ini tetap akan mendapatkan gaji pokok berikut segala tunjangan yang telah menjadi haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti tunjangan pangan, tunjangan keluarga, hingga tunjangan jabatan.
Lantas bagaimana dengan karyawan swasta?
Mengutip BP Lawyers, karyawan laki-laki yang bekerja pada perusahaan swasta hanya mendapatkan jatah cuti selama maksimal dua hari hingga tujuh hari kerja. Sedangkan apabila ada perpanjangan cuti akan dikenai pemotongan cuti tahunan.
Padahal, peran suami atau ayah saat istri melahirkan amat penting, karena istri tentu membutuhkan keberadaan dan dukungan suami sepenuhnya untuk bisa melalui proses persalinan, baik normal maupun lewat operasi.
Strategi Manajemen Cuti Pegawai / Cuti Karyawan
Work-life balance menjadi salah satu concern yang dimiliki oleh karyawan sekarang.
Memiliki waktu senggang untuk menghabiskan waktu bagi kehidupan di luar pekerjaan menjadi salah satu cara karyawan meningkatkan kualitas hidupnya.
Oleh karena itu, cuti punya arti yang sangat penting bagi karyawan.
Namun perusahaan perlu memiliki strategi manajemen cuti karyawan.
Hal ini dilakukan agar cuti karyawan bisa diatur sehingga tidak mengganggu operasional perusahaan. Dengan begitu, perusahaan dan karyawan sama-sama diuntungkan.
Berikut ini beberapa hal tugas Human Resource Development untuk melakukan manajemen cuti karyawan.
Mengkomunikasikan Kebijakan Cuti Pegawai di Awal
Mengkomunikasikan kebijakan cuti yang dimiliki perusahaan kepada karyawan segera setelah karyawan tersebut bekerja merupakan langkah awal yang harus dilakukan bagi tim HRD.
Karena bila kemudian karyawan tidak mengetahui mengenai kebijakan cuti yang dimiliki perusahaan maka akan timbul potensi terjadinya konflik karena kesalahpahaman.
Baca juga: Keuntungan Gunakan Aplikasi Cuti Karyawan Dibandingkan Cara Manual
Menetapkan Batas Waktu untuk Permintaan Cuti Pegawai
Langkah berikutnya adalah menetapkan batas waktu bagi karyawan dalam mengajukan permintaan cuti.
Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya banyak karyawan yang mengajukan cuti pada satu waktu tertentu.
Perlu juga diinformasikan kepada karyawan bahwa mengingat kebutuhan bisnis, mungkin ada beberapa permintaan cuti yang tidak bisa di-approve tim HR.
Karena itu penting untuk memberikan informasi yang merata kepada seluruh karyawan agar asas keadilan tetap terjaga.
Menggunakan Reward bagi Karyawan
Perlu dipahami bahwa ada beberapa waktu yang berpotensi membuat banyak karyawan mengajukan cuti di saat yang bersamaan.
Misalnya saat ada libur panjang dan karyawan ingin memperpanjang waktu liburnya dengan mengambil jatah cuti.
Untuk dapat menangani hal ini, penting bagi tim HR untuk bisa menghadirkan imbalan atau reward kepada karyawan-karyawan yang bersedia tetap bekerja dan tidak mengambil cuti pada waktu-waktu seperti tersebut.
Melacak Pola Pengajuan Cuti
Memahami pola pengajuan cuti setiap karyawan merupakan cara untuk memahami isu apa yang terjadi terkait dengan karyawan tersebut dan bagaimana menanganinya.
Oleh karena itu penting bagi tim HR untuk dapat melihat riwayat pengajuan cuti setiap karyawan.
Baca Juga: Hitung Cuti Tahunan Lebih Mudah dengan Aplikasi Penghitung Cuti Otomatis
Peran Aplikasi HRIS dalam Manajemen Cuti Pegawai
Sistem cuti karyawan yang sangat kompleks bisa dikelola dengan cepat dan mudah, yaitu dengan menggunakan aplikasi Human Resources Information System.
Jika biasanya pengajuan cuti secara manual memakan waktu yang cukup lama, melalui aplikasi HRIS Talenta pengajuan cuti bisa dilakukan dengan cepat.
Karyawan bisa menyerahkan pengajuan cuti lewat aplikasi tentunya dengan layanan self service.
Kemudian pihak HR bisa segera memeriksa pengajuan tersebut.
Jadi pihak HR bisa segera menentukan apakah pengajuan cuti akan diizinkan atau tidak.
Tentunya sistem cuti ini telah terintegrasi dengan sistem yang lain seperti payroll dan absensi.
Jadi selama mengajukan cuti, karyawan bisa melihat mana hari yang sesuai untuk jadwal cuti.
Tidak hanya itu, untuk bisa menemukan pola pengajuan cuti karyawan dan menerapkan shifting pada waktu cuti, tim HR membutuhkan informasi yang mumpuni dan valid.
Oleh karena itu aplikasi HRIS memiliki peran penting dalam memberikan informasi terkait dengan karyawan sehingga memudahkan HR menemukan pola pengajuan cuti pegawai dan meminimalisir adanya isu yang potensial menjadi permasalahan besar.
Khususnya bagi aplikasi HRIS yang sudah terintegrasi secara otomatis dengan data kehadiran karyawan seperti Talenta.
Talenta adalah software HRIS yang dapat mempermudah karyawan dalam melakukan manajemen cuti.
Cukup dengan klik fitur Time Off, karyawan dapat mengajukan hari cuti. Informasi tersebut kemudian langsung terhubung dengan HR dan dapat segera disetujui atau tidak.
Cari tahu selengkapnya mengenai produk HRIS online Talenta di website Talenta atau isi formulir berikut ini untuk mencoba demo gratis Talenta secara langsung.
Saya Mau Coba Gratis Talenta Sekarang!
atau
Saya Mau Bertanya Ke Sales Talenta Sekarang!
Baca juga: Aplikasi Pengelolaan Cuti dan Pentingnya Cuti Bagi Karyawan