Insight Talenta 9 min read

Mengenal UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja

By Mekari TalentaPublished 06 Jun, 2023 Diperbarui 20 Maret 2024

Apa itu UU Cipta Kerja? Mari kita mengenal UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja seputar cuti, penggajian, lembur, Pajak Penghasilan atau PPh 21, THR, dan juga BPJS.

Selengkapnya melalui artikel Mekari Talenta berikut ini.

Aturan Pengupahan Menurut UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja di Indonesia

Pengupahan diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 88-90, yang direvisi melalui Omnibus Law atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Untuk itu, pemerintah pusat menetapkan kebijakan pengupahan melalui UU Ketenagakerjaan yang meliputi:

  1. upah minimum;
  2. struktur dan skala upah;
  3. upah kerja lembur;
  4. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
  5. bentuk dan cara pembayaran upah;
  6. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
  7. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Ketentuan rinci mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja, yang sekaligus mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015.

Namun per 30 Desember 2022 kemarin, pemerintah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja yang sekarang menggantikan UU Cipta Kerja yang inkonstitusi bersyarat berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Hitung dan bayar gaji karyawan secara otomatis dengan Mekari Talenta

Struktur dan Skala Upah Menurut UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja

Dalam menyusun struktur dan skala upah yang digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan upah, pengusaha perlu memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, begitu menurut Pasal 92 UU Ketenagakerjaan yang telah direvisi Omnibus Law.

Setelah itu, peninjauan upah dilakukan oleh pengusaha secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

Ketentuan mengenai struktur dan skala upah dapat dilihat di PP Pengupahan.

aturan tenaga kerja

Kewajiban Pembayaran Upah

Ketika pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, maka upah tidak perlu dibayar.

Namun, upah tetap harus dibayarkan jika:

  1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
  4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
  5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
  7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
  8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
  9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, diatur untuk melaksanakan pembayaran upah sebagaimana disebutkan di atas.

Perhitungan Upah Pokok

Jika komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok minimal sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah gaji pokok dan tunjangan tetap.

Sanksi

Pekerja/buruh dapat dikenai denda jika melakukan pelanggaran kesengajaan atau kelalaiannya.

Sebaliknya, jika pengusaha terlambat membayar upah, dapat pula dikenai denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.

Pengenaan denda dalam pembayaran upah tersebut diatur oleh Pemerintah.

Sementara itu, jika perusahaan pailit atau dibekukan karena peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh dianggap sebagai utang yang pelunasannya harus diprioritaskan.

Tunjangan Hari Raya Menurut UU Cipta Kerja

Pemberian THR diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Hari Raya Keagamaan di Indonesia yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tersebut adalah  Hari Raya Idul Fitri untuk Pekerja beragama Islam, Hari Raya Natal untuk Pekerja beragama Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi untuk Pekerja beragama Hindu, Hari Raya Waisak untuk Pekerja beragama Buddha, dan Hari Raya Imlek untuk Pekerja beragama Konghucu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, ada 6 poin penting yang perlu diketahui tentang THR:

1. Masa Kerja Pekerja Berdasarkan UU Ketenagakerjaan Untuk Perhitungan THR

THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal 1 bulan di perusahaan.

Perhitungan untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan dan lebih dari 12 bulan berbeda.

Jika pekerja dengan masa kerja lebih dari 12 bulan mendapatkan THR sebesar upah 1 bulan, pekerja dengan masa kerja 1 bulan dan kurang dari 12 bulan mendapatkan THR dengan perhitungan ((masa kerja)/12) x upah 1 bulan.

Definisi “upah” yang digunakan sebagai basis perhitungan THR dapat berbeda-beda sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Namun pada dasarnya, perusahaan menggunakan salah satu besaran berikut sebagai basis perhitungan THR :

  1. Hanya gaji pokok
  2. Gaji pokok dan tunjangan tetap

Berikut ini beberapa contoh perhitungan THR sebagai ilustrasi.

2. Bentuk THR

THR hanya dapat diberikan dalam bentuk uang rupiah.

Dengan kata lain, pemberian THR berupa voucher, paket sembako, parsel dan hadiah lainnya tidak dihitung sebagai THR.

3. Waktu Pemberian THR

Pemberian THR oleh perusahaan kepada pekerja wajib dilakukan selambat-lambatnya 7 hari atau seminggu sebelum Hari Raya Keagamaan berlangsung.

Sebagai contoh, apabila Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 17 Juni 2017, maka perusahaan harus memberikan THR kepada pekerja maksimal tanggal 10 Juni 2017.

4. THR bagi Pekerja yang Mengundurkan Diri

Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Tetap) berhak mendapatkan THR jika pemutusan hubungan kerja terjadi 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Sedangkan bagi Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWT/Kontrak) tidak berhak atas aturan tersebut.

Perdebatan seringkali muncul jika terjadi kasus pemutusan hubungan kerja dalam waktu yang cukup dekat dengan Hari Raya Keagamaan.

Ada baiknya hal-hal tersebut dibahas dengan pihak manajemen serta karyawan yang bersangkutan secara terbuka dan kekeluargaan untuk menghindari sengketa lebih lanjut.

5. Pajak THR

PPh 21 atas THR hanya dikenakan bagi pekerja yang mendapatkan THR di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun.

Jika pekerja mendapatkan THR kurang dari Rp4,5 juta, maka pekerja tersebut tidak dikenakan PPh 21 THR.

6. Sanksi Perusahaan

Sebelum adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 yang mengatur tentang THR, perusahaan tidak dikenakan sanksi apapun jika tidak memberikan THR kepada pekerja.

Namun, setelah adanya peraturan tersebut, perusahaan akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan jika tidak memberikan THR kepada pekerja.

Denda yang dimaksud adalah THR yang harus dibayarkan oleh perusahaan ke pekerja ditambah dengan 5% dari total THR yang didapatkan oleh pekerja.

Perusahaan akan lebih dirugikan secara finansial sebagai sanksi akibat tidak memberikan THR sebagaimana peraturan pemerintah.

Jam Kerja Menurut UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja

Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari.

Dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 mengatur jam kerja bagi pekerja di sektor swasta.

Sedangkan, untuk pengaturan mulai dan berakhirnya waktu jam kerja diatur sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 1 mewajibkan setiap perusahaan untuk mengikuti ketentuan jam kerja yang telah diatur dalam 2 sistem yaitu:

Jam Kerja

Kedua sistem jam kerja yang berlaku memberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu.

Apabila jam kerja dalam perusahaan melebihi ketentuan tersebut, maka waktu kerja yang melebihi ketentuan dianggap sebagai lembur, sehingga pekerja berhak atas upah lembur.

Status Karyawan

Kontrak kerja atau perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu, yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.

Dalam kontrak kerja, pekerja dapat mengetahui status kerja.

Status kerja diatur dalam UU Cipta Kerja Bab IV Ketenagakerjaan poin 12 hingga 16 yang merevisi Pasal 56 hingga 61 UU Ketenagakerjaan.

Status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya:

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk karyawan kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

Pekerja dianggap sebagai karyawan PKWT apabila kontrak kerja tidak lebih dari 5 tahun dan tidak ada masa percobaan kerja (probation).

Hubungan kerja berakhir pada saat selesainya jangka waktu kontrak atau selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap atau biasa disebut karyawan tetap.

Pada PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka berdasarkan aturan hukum, sejak bulan keempat, pekerja dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT).

Selain status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya hubungan kerja, ada juga pekerja harian lepas ( freelancer ) dan pekerja alih-daya (outsourcing).

Pada dasarnya, mereka termasuk pekerja PKWT, namun agak berbeda dengan PKWT secara umum.

Pekerja Harian Lepas atau Freelancer

Pekerja harian lepas diatur dalam Pasal 10 PP No 35 Tahun 2021.

Perjanjian kerja harian lepas merupakan PKWT yang dilaksanakan untuk pekerjaan tertentu yang jenis dan sifat atau kegiatannya tidak tetap, berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan, serta pembayaran upah pekerja didasarkan pada kehadiran.

Perjanjian ini harus memenuhi ketentuan bahwa pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.

Apabila pekerja bekerja 21 hari atau lebih dalam 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, maka hubungan kerja demi hukum berubah menjadi PKWTT dan status pekerja harian lepas berubah menjadi karyawan tetap.

Pekerja Alih Daya (Outsourcing)

Pekerja outsourcing adalah pekerja yang tidak direkrut secara langsung, melainkan disediakan oleh pihak ketiga atau perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya.

Perjanjian kerja dilakukan oleh pengusaha dengan perusahaan alih daya berdasarkan kebutuhan penggunaan tenaga kerja untuk waktu tertentu.

Sedangkan, pekerja outsourcing merupakan karyawan dari perusahaan alih daya yang merekrut mereka.

Ketentuan outsourcing terdapat pada UU Cipta Kerja poin 20 tentang perubahan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan serta PP No 35 Tahun 2021.

Aturan Cuti Menurut UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja

Berdasarkan Undang-undang no. 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2), pekerja yang telah bekerja minimal selama 12 bulan atau 1 (satu) tahun berturut-turut berhak untuk mendapatkan cuti sekurang-kurangnya 12 hari.

Namun, perusahaan dapat menyesuaikan ketentuan hak cuti karyawan berdasarkan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati oleh perusahaan dan pekerja.

Cuti Sakit

Apabila karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya dikarenakan sakit, pengusaha tetap wajib membayar upah atau gajinya.

Di Indonesia tidak terdapat waktu maksimal karyawan diberikan izin cuti sakit.

Karyawan yang tidak masuk kerja karena sakit selama 2 hari berturut-turut atau lebih harus menyertakan surat keterangan sakit dari dokter.

tanpa keterangan resmi tersebut karyawan akan dianggap mangkir dan diperhitungkan sebagai cuti tahunan.

Apabila sakit yang diderita karyawan cukup parah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk kembali bekerja, akan dilakukan penyesuaian terhadap upah yang diterimanya:

  1. Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah,
  2. Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah,
  3. Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah,
  4. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja Memuat Peraturan Lembur

Pengusaha wajib membayar upah kerja lembur jika mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan Undang-Undang.

Kerja lembur harus memenuhi syarat berikut:

  1. ada perintah dari pengusaha dan persetujuan dari pekerja bersangkutan secara tertulis dan/atau melalui media digital;
  2. maksimal waktu lembur 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu, tidak termasuk lembur pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

Upah kerja lembur dihitung menggunakan upah sejam yang didasarkan pada upah bulanan.

Upah sejam yaitu 1/173 kali upah sebulan (gaji pokok dan tunjangan tetap). Berikut ini ketentuannya:

1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka:

  1.  upah 1 jam pertama dibayar 1.5 kali upah sejam;
  2.  untuk setiap jam kerja lembur berikutnya dibayar 2 kali upah sejam.

2. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur resmi untuk waktu 5 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:

  1. untuk 8 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
  2. upah jam ke-9 dibayar 3 kali upah sejam;
  3. untuk jam ke-10, ke-11, dan ke-12, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.

3. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur resmi untuk waktu 6 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:

  1. untuk 7 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
  2. upah jam ke-8 dibayar 3 kali upah sejam;
  3. untuk jam ke-9, ke-10, dan ke-11, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.

Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, maka:

  1. untuk 5 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
  2. upah jam ke-6 dibayar 3 kali upah sejam;
  3. untuk jam ke-7, ke-8, dan ke-9, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.

Pemutusan Hubungan Kerja Menurut UU Ketenagakerjaan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

PHK dapat dilakukan dikarenakan alasan-alasan tertentu dan dilarang apabila dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang.

Pengusaha wajib merundingkan perihal PHK dengan serikat pekerja atau dengan pekerja, apabila perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan maka PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pengadilan hubungan industrial.

Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 serta dalam kesepakatan yang ada pada Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan.

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang tertera dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama, pengusaha dapat melakukan PHK setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.

Mekari Talenta, Aplikasi Tenaga Kerja Terbaik Bisa Diatur Sesuai UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja

Talenta adalah salah satu merk HRIS, yakni software untuk manajemen sumber daya manusia.

Software HRIS biasanya bertujuan mengurangi beban kerja administrasi di bidang penggajian, perpajakan karyawan, absensi, dan performance appraisal.

Sehingga hadirnya Mekari Talenta memberikan solusi dengan menghadirkan aplikasi yang dapat diakses HRD secara online dan memudahkan HR dalam memantau tempat kerja karyawan ketika melakukan presensi online.

Mekari Talenta menggunakan business model managed subscription, jadi anda berlangganan secara tahunan ke Talenta untuk menggunakan software ini.

Tidak bisa bayar sekali di depan lalu pakai selamanya.

Selain itu, semua data yang ada di dalam aplikasi Mekari Talenta akan terjamin keamanannya, karena kami memiliki kualitas keamanan standar ISO 27001 yang setara dengan bank.

Mekari Talenta juga menggunakan teknologi enkripsi sehingga data-data yang tersimpan tidak akan dapat dilihat oleh pihak yang tidak berwenang.

Fitur Mekari Talenta:

Berikut beberapa fitur utama yang dapat membantu HR dalam mengelola sumber daya manusia suatu perusahaan.

  • Software attendance management: untuk mengelola cuti, absen, jadwal shift kerja, perhitungan lembur dan timesheet karyawan.
  • Aplikasi absensi online: untuk mengelola kehadiran karyawan tanpa perlu menggunakan mesin fingerprint.
  • Aplikasi HRIS: untuk mengelola database karyawan, proses rekrutmen hingga manajemen aset.
  • Software payroll: untuk melakukan penggajian lebih efisien dengan perhitungan yang akurat dan cepat.
  • Aplikasi slip gaji: untuk mengelola slip gaji karyawan dengan lebih aman dan mudah diakses kapan saja dan di mana saja.

Dengan fitur-fitur ini, HR dapat mengelola rekrutmen karyawan dengan lebih mudah, mulai dari job listing, penjadwalan interview, hingga onboarding hanya dalam satu aplikasi yang terintegrasi dan berbasis online.

Tertarik mencoba aplikasi Mekari Talenta? Konsultasikan permasalahan Anda dengan tim sales kami sekarang juga.

Image
Mekari Talenta
Mekari Talenta adalah software HR berbasis komputasi awan yang aman dan telah dipercaya oleh ribuan perusahaan di Indonesia. Profil ini dipetakan khusus untuk artikel-artikel editorial dari redaksi Insight Talenta.