Pahami Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 bagi Wajib Pajak

By EmanuellePublished 27 Oct, 2023 Diperbarui 20 Maret 2024

Pajak adalah sumber utama pendapatan negara. Jadi penting bagi Anda untuk mengetahui perbedaan cara menghitung PPh 21 dan PPh 23.

Pajak merupakan salah satu kontribusi yang harus diberikan oleh warga negara atau badan kepada negaranya.

Dengan pembayaran pajak tersebut, suatu negara dapat menyelenggarakan aktivitas pemerintahan, yang meliputi pembangunan infrastruktur, membayar subsidi, serta menggaji para aparatur negara.

Selain pajak pusat, pajak lainnya dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda atau Pemkot) atau yang biasanya disebut dengan pajak daerah.

Jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Hotel dan Restauran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Sementara itu, pajak pusat sendiri terdiri dari pajak yang digolongkan berdasarkan jenisnya sebagai berikut Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Bawang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai.

Sebagaimana disebut si atas, salah satu pajak pusat yang harus dibayarkan baik perusahaan maupun perorangan kepada Direktorat Jenderal Pajak adalah Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21/26.

Pajak penghasilan adalah sebagai, “pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.”

Direktorat Jenderal Pajak mengklasifikasikan dua jenis pajak penghasilan, yaitu 1) PPh 21 dan 2) PPh 23.

Adapun keduanya masih berkaitan dengan penghasilan pegawai.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai PPh 21 dan PPh 23 yang bisa Anda pelajari lebih lanjut untuk mengenali dan mengetahui perbedaan di antara keduanya.

Pengertian PPh 23 dan PPh 21

Pahami Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 bagi Wajib Pajak

PPh 21 adalah pajak atas penghasilan yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan tersebut berhubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, maupun kegiatan yang dilaksanakan oleh orang pribadi dalam negeri.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebagai pengelola pajak pusat mendefinisikan pajak sebagai:

Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.”

Sedangkan PPh 23 adalah pajak atas penghasilan atas modal, atau yang berupa penyerahan jasa, atau hadiah, dan penghargaan.

Baca juga: Panduan Lengkap Penghitungan PPh 21 Karyawan dengan Contoh Soal

Perbedaan wajib pajak PPh 21 dengan PPh 23

Wajib Pajak PPh 21

Wajib Pajak PPh 21 adalah pegawai, mantan pegawai (penerima pesangon), pensiun, penerima tunjangan dan jaminan hari tua, ahli waris, dan wajib pajak lainnya kategori bukan pegawai yang menerima penghasilan sehubungan pemberian jasa.

Untuk lebih memahami perbedaan PPh 21 dengan PPh 23, Anda dapat melihat transaksi yang dilakukan. Apabila transaksi atas jasa dibayarkan kepada WP Pribadi dalam negeri, maka transaksi tersebut termasuk kelompok objek PPh Pasal 21.

Sementara itu, apabila transaksi jasa dibayarkan kepada WP Badan dalam negeri, maka termasuk objek PPh Pasal 23.

Wajib Pajak PPh 23

Untuk wajib pajak PPh 23, dibagi kategorinya menjadi dua pihak yaitu, yang pertama adalah pihak pemotong dan yang kedua adalah pihak yang dipotong.

Pihak pemotong PPh 23 antara lain

1) badan pemerintah

2) subjek pajak badan dalam negeri

3) penyelenggara kegiatan

4) bentuk Usaha Tetap (BUT)

5) perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

6) WP pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh DJP.

Sementara pihak penerima penghasilan yang dipotong PPh 23 adalah

1) wajib pajak dalam negeri

2) Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Perbedaan tarif pajak

Selain pengertian dan wajib pajaknya yang berbeda, PPh 21 dan PPh 23 memiliki perbedaan pada tarifnya.

Pada tarif pajak PPh 21, di Indonesia, kita mengenal tarif berjenjang di mana, penghasilan sampai Rp50 juta per tahun akan dikenai tarif sebesar 5%, penghasilan di atas Rp50-Rp250 juta per tahun akan dikenai tarif sebesar 15%, penghasilan di atas Rp250-500 juta per tahun akan dikenai tarif sebesar 25%, selanjutnya penghasilan di atas Rp500 juta per tahun akan dikenai tarif sebesar 30%.

Sementara itu, tarif PPh 23 ditentukan atas nilai DPP ( Dasar Pengenaan Pajak ) atau jumlah bruto penghasilan yang diterima. Di bawah ini adalah tarif PPh 23 yang berlaku:

  • Tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen (pembagian dividen orang pribadi dikenakan pajak final yaitu 1%), serta hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah atau bangunan).
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.

Selain mengetahui perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23, sebagai pengusaha ataupun sebagai pribadi, Anda harus mengetahui kewajiban Anda atas PPh 21 dan PPh 23.

Sehingga dalam proses administrasinya, Anda dapat memenuhi ketentuan Undang-undang.

Baca juga: Dasar Pengenaan Pajak PPh 21, Begini Penjelasannya

Objek pajak PPh 21 dan PPh 23

Untuk mempermudah Anda mengetahui bedanya, mari kita mengetahui perbedaan objek pajak PPh 21 dengan PPh 23.

Objek pajak PPh 21

Nah secara spesifik, hal yang menjadi objek pajak adalah hal-hal dengan kriteria berikut ini:

  • Penghasilan yang diterima karyawan tetap, berupa penghasilan teratur ataupun tidak teratur.
  • Penghasilan teratur yang berasal dari uang pensiun
  • Penghasilan yang berasal dari uang pesangon PHK dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima termasuk berupa uang pesangon, uang pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran sejenis
  • Penghasilan karyawan tidak tetap atau tenaga kerja lepas (freelance), berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah bulanan
  • Imbalan kepada bukan karyawan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
  • Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun

Baca juga: Ini Dia Cara Menghitung Gaji Perhari Karyawan Secara Tepat

Objek pajak PPh 23

Sekarang mari membahas objek pajak PPh 23.

Jika kita merujuk pada Peraturan Menteri Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015, disebutkan bahwa ada 62 jenis objek PPh 23.

Di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Penilai (appraisal)
  2. Aktuaris
  3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
  4. Hukum
  5. Arsitektur
  6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape
  7. Perancang (design)
  8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT)
  9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
  10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
  11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
  12. Penebangan hutan
  13. Pengolahan limbah
  14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services)
  15. Perantara dan/atau keagenan
  16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
  17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
  18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
  19.  Mixing film
  20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, bannerpamphlet, baliho dan folder
  21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
  22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website
  23. Internet termasuk sambungannya
  24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program
  25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
  26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
  27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat
  28. Maklon
  29. Penyelidikan dan keamanan
  30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer
  31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan
  32. Pembasmian hama
  33. Kebersihan atau cleaning service
  34. Sedot septic tank
  35. Pemeliharaan kolam
  36. Katering atau tata boga
  37. Freight forwarding
  38. Logistik
  39. Pengurusan dokumen
  40. Pengepakan
  41. Loading dan unloading
  42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis
  43. Pengelolaan parkir
  44. Penyondiran tanah
  45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan
  46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit
  47. Pemeliharaan tanaman
  48. Permanenan
  49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan
  50. Dekorasi
  51. Pencetakan/penerbitan
  52. Penerjemahan
  53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan
  54. Pelayanan pelabuhan
  55. Pengangkutan melalui jalur pipa
  56. Pengelolaan penitipan anak
  57. Pelatihan dan/atau kursus
  58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM
  59. Sertifikasi
  60. Survey
  61. Tester
  62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Namun ada beberapa pengecualian atas pemotongan PPh 23 seperti:

  1. Penghasilan yang dibayar/berulang kepada bank;
  2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  3. Dividen yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
  • Perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
  • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
  • SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
  • Penghasilan yang dibayarkan kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan.

Kewajiban karyawan atas PPh 21 dan PPh 23

Pahami Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 bagi Wajib Pajak

Meski dipotong tiap bulan oleh perusahaan, pegawai wajib melaporkan PPh 21 setiap tahunnya.

Batas pelaporan pajak adalah akhir bulan Maret setiap tahunnya. Jadi, pelaporan PPh 21 untuk penghasilan tahun pajak 2022, harus dilakukan selambat-lambatnya 31 Maret 2022.

Namun, ada baiknya, sebelum tanggal tersebut, jika pegawai telah mendapatkan bukti potong dari perusahaan, pegawai segera melaporkannya melalui SPT PPh 21.

Hal ini untuk mencegah adanya antrian pada web efiling Pajak.

Sementara itu, untuk PPh 23, wajib  dilaporkan setiap bulannya paling lambat tanggal 20 oleh pihak pemotong dengan mengisi SPT Masa PPh Pasal 23.

Kewajiban perusahaan atas PPh 21 dan PPh 23

Kewajiban perusahaan atau pemberi kerja atas PPh 21 dan PPh 23 adalah sebagai berikut:

  1. Menghitung, memotong pajak pegawai (PPh 21) dengan menggunakan fitur aplikasi perhitungan PPh 21 atau manual dan lalu membayarkannya ke kas negara.
  2. Melaporkan PPh Pasal 23 (jika ada).

Terkait dengan kewajiban perusahaan poin pertama seringkali bagian dari tugas HRD personalia mengalami banyak tantangan.

Terutama apabila pelaksanaan perhitungan payroll masih manual.

Jika perusahaan Anda masih menggunakan sistem manual dalam perhitungan payroll dan PPh, ada baiknya perusahaan Anda menggunakan bantuan aplikasi Mekari Talenta.

YouTube video
Mekari Talenta dapat mengatur absensi karyawan perusahaan yang terintegrasi langsung dengan database karyawan serta fitur payroll dengan proses penghitungan pajak pegawai.

Proses perhitungan gaji (payroll) dan pajak dapat dilakukan secara simultan.

Proses perhitungan PPh 21 pegawai yang selama ini manual dan rumit karena harus memasukkan banyak rumus PPh 21 dan variabel dapat menjadi mudah karena terotomasi.

Dengan cara tersebut, pekerjaan menjadi lebih efisien.

Selain efisien, hasil perhitungan pun dapat lebih akurat karena human error saat penginputan manual dapat diminimalisasi.

Pencetakan slip gaji dan bukti potong PPh 21 untuk masing-masing pegawai pun dapat dilakukan secara elektronik sehingga menghemat biaya dan waktu.

Software HRIS terbaik di Indonesia ini pun dapat menolong perusahaan dalam meningkatkan compliance terhadap ketentuan hukum yang berlaku.

Hal ini juga menghindarkan perusahaan dari sanksi administratif yang mungkin timbul akibat keterlambatan atau kesalahan pembayaran pajak.

Emanuelle