Karyawan Sakit Berkepanjangan, Bagaimana Sikap Perusahaan? Berikut Ulasan Lengkapnya!

Tayang
22 Nov, 2024
Diperbarui
17 Februari 2025
Di tulis oleh:
Hafidh Ardianto
Hafidh Ardianto

Perusahaan seringkali dihadapi dengan cuti karyawan sakit berkepanjangan. Biasanya cuti sakit yang berkepanjangan adalah karyawan yang memiliki riwayat penyakit parah seperti ginjal, typhus, atau karena wabah virus tertentu. Cuti sakit berkepanjangan juga bisa disebabkan oleh kecelakaan parah yang membutuhkan waktu penyembuhan yang lama. Sebagai pemilik perusahaan hal ini menjadi dilema.

Pertama, absensi karyawan apalagi dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi stabilitas kerja perusahaan. Kedua, Karyawan yang bersangkutan juga tetap memiliki haknya untuk tetap bekerja dan dibayar dengan syarat ada surat keterangan dokter.

Lalu, bagaimana langkah perusahaan untuk menghadapi hal tersebut? Berikut ini Mekari Talenta akan mengulasnya dengan lengkap.

Pengertian PHK Karena Sakit Berkepanjangan

Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah kondisi di mana hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja dihentikan karena alasan tertentu yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah satu alasan PHK yang dibahas dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah PHK karena sakit berkepanjangan.

Secara hukum, pemerintah telah menetapkan bahwa pengusaha tidak dapat langsung melakukan PHK terhadap pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja agar tidak kehilangan hak-haknya dalam kondisi yang memerlukan perawatan medis jangka panjang.

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan tetap memiliki hak untuk mendapatkan upah dan perlindungan kerja selama jangka waktu tertentu. Namun, jika sakit berkepanjangan tersebut telah berlangsung selama lebih dari 12 bulan secara berturut-turut dan pekerja tidak mampu lagi menjalankan pekerjaannya, maka pengusaha diperbolehkan untuk melakukan PHK dengan memberikan kompensasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Larangan PHK Karena Sakit Berkepanjangan

Larangan PHK terhadap pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Pasal 153 ayat (1) huruf a Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK terhadap pekerja yang sedang berhalangan bekerja karena sakit berdasarkan keterangan dokter, selama sakit tersebut tidak melebihi 12 bulan secara terus-menerus.

Dengan demikian, aturan ini memberikan perlindungan kepada pekerja agar tetap mendapatkan hak-haknya, termasuk gaji dan tunjangan lainnya, selama mereka masih dalam jangka waktu perlindungan tersebut.

Namun, setelah pekerja mencapai masa 12 bulan sakit secara terus-menerus dan tidak menunjukkan perkembangan untuk kembali bekerja, maka pengusaha diperbolehkan untuk melakukan PHK dengan memberikan pesangon sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Karyawan Sakit Berkepanjangan, Bagaimana Sikap Perusahaan?

Ketentuan PHK Karena Sakit Tanpa Surat Keterangan Dokter

Dalam praktiknya, pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan diharuskan untuk menunjukkan surat keterangan dari dokter sebagai bukti bahwa mereka memang tidak dapat menjalankan tugasnya. Surat keterangan dokter ini menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan kebijakan terkait upah dan status pekerja yang bersangkutan.

Jika pekerja tidak memiliki surat keterangan dokter yang sah, maka status pekerja bisa menjadi tidak jelas. Tanpa adanya surat dokter, pengusaha dapat menganggap pekerja tersebut mangkir dari pekerjaan, yang bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja tanpa hak pesangon. Oleh karena itu, sangat penting bagi pekerja untuk selalu memastikan bahwa kondisi kesehatan mereka terdokumentasi dengan baik agar tidak kehilangan hak-hak ketenagakerjaannya.

Selain itu, dalam perhitungan upah selama pekerja mengalami sakit berkepanjangan, terdapat ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan sebagai berikut:

  • Empat bulan pertama: Dibayar 100% dari upah.
  • Empat bulan kedua: Dibayar 75% dari upah.
  • Empat bulan ketiga: Dibayar 50% dari upah.
  • Bulan selanjutnya: Dibayar 25% dari upah hingga PHK dilakukan.

Perhitungan ini menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan tetap mendapatkan upah, meskipun secara bertahap besaran upahnya mengalami penyesuaian seiring berjalannya waktu.

Baca Juga: Absensi Mudah dengan Fitur ESS dari Aplikasi Mekari Talenta

Cuti Diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan 

Pada dasarnya Undang-Undang ketenagakerjaan memegang prinsip no work no pay atau unpaid leave. Unpaid leave artinya perusahaan tidak diwajibkan untuk membayar upah kepada karyawan yang tidak bekerja.

Hal ini tercantum pada UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 93. Dalam pasal tersebut prinsip no work no pay tidak berlaku bagi orang-orang ini termasuk karyawan sakit berkepanjangan,

  1. Pekerja yang sakit sehingga mereka tidak dapat mengerjakan tugasnya.
  2. Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan keduanya karena haid/menstruasi.
  3. Pekerja yang memiliki hajat seperti; menikahkan, menikah, khitan, membaptis, istri melahirkan atau keguguran, atau anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal.
  4. Pekerja yang sedang menjalankan kewajiban negara.
  5. Pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena melakukan ibadah agamanya.
  6. Pekerja yang sedang melakukan pendidikan dari perusahaannya.
  7. Pekerja yang sedang menjalankan hak istirahatnya.
  8. Pekerja yang melakukan tugas serikat pekerja dan diizinkan oleh perusahaan.
  9. Pekerjaan yang telah dijanjikan namun perusahaan tidak mempekerjakannya.

Daftar pekerja yang termasuk pengecualian dalam no work no pay di atas salah satunya adalah karyawan yang sakit. Jadi, karyawan yang sakit tetap mendapatkan haknya berupa upah dengan catatan karyawan sakit berkepanjangan melampirkan surat keterangan dokter. Namun dalam Undang-Undang tidak menyebutkan berapa lama karyawan diperbolehkan cuti.

Apakah Perusahaan Boleh Memecat Karyawan Cuti Sakit Berkepanjangan?

Saat pertanyaan tersebut muncul, jawabannya adalah tidak. Tetapi dengan syarat karyawan yang cuti sakit tidak lebih dari 12 bulan berturut-turut atau 1 tahun penuh. Hal ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 153.

Perusahaan tetap diwajibkan membayar upah pekerja yang cuti sakit dan masih terikat kontrak dengan catatan surat keterangan dokter. Adapun aturan pengupahan karyawan cuti sakit berdasarkan UU ketenagakerjaan adalah sebagai berikut.

  1. 4 bulan pertama sakit, upah yang dibayarkan sebesar 100% dari upah.
  2. Memasuki 4 bulan kedua, upah yang dibayarkan sebesar 75% dari upah.
  3. 4 bulan berikutnya, upah yang dibayarkan sebesar 50% dari upah.
  4. Untuk bulan selanjutnya sebelum pemutusan hubungan kerja, perusahaan membayar 25% dari upahnya.

Bagi perusahaan yang mengabaikan poin-poin di atas terutama tidak membayarkan hak karyawan sakit berkepanjangan. Maka akan dijerat sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan. Serta paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,-. Kemudian untuk denda dan sebanyak-banyaknya Rp.400.000.000,- sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 186.

Perhitungan Pesangon PHK Karena Sakit Berkepanjangan

Jika pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan telah melampaui batas waktu 12 bulan dan tidak lagi dapat menjalankan pekerjaannya, maka pengusaha diperbolehkan untuk melakukan PHK dengan memberikan pesangon sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.

Menurut Pasal 55 PP 35/2021, pekerja yang di-PHK karena sakit berkepanjangan berhak atas:

  1. Uang pesangon sebesar dua kali dari ketentuan Pasal 40 ayat (2).
  2. Uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali dari ketentuan Pasal 40 ayat (3).
  3. Uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

1. Perhitungan Uang Pesangon

Berdasarkan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021, perhitungan uang pesangon diberikan berdasarkan masa kerja sebagai berikut:

  • Kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah.
  • 1 – 2 tahun: 2 bulan upah.
  • 2 – 3 tahun: 3 bulan upah.
  • 3 – 4 tahun: 4 bulan upah.
  • 4 – 5 tahun: 5 bulan upah.
  • 5 – 6 tahun: 6 bulan upah.
  • 6 – 7 tahun: 7 bulan upah.
  • 7 – 8 tahun: 8 bulan upah.
  • 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah.

Karena dalam kasus PHK karena sakit berkepanjangan pekerja berhak atas dua kali pesangon, maka besaran yang diterima pekerja adalah dua kali jumlah pesangon berdasarkan masa kerjanya.

2. Perhitungan Uang Penghargaan Masa Kerja

Sesuai Pasal 40 ayat (3) PP 35/2021, uang penghargaan masa kerja dihitung sebagai berikut:

  • 3 – 6 tahun: 2 bulan upah.
  • 6 – 9 tahun: 3 bulan upah.
  • 9 – 12 tahun: 4 bulan upah.
  • 12 – 15 tahun: 5 bulan upah.
  • 15 – 18 tahun: 6 bulan upah.
  • 18 – 21 tahun: 7 bulan upah.
  • 21 – 24 tahun: 8 bulan upah.
  • 24 tahun atau lebih: 10 bulan upah.

3. Perhitungan Uang Penggantian Hak

Pekerja yang di-PHK karena sakit berkepanjangan juga berhak atas uang penggantian hak yang meliputi:

  1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
  2. Biaya atau ongkos pulang bagi pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja pertama kali diterima bekerja.
  3. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Bagaimana Jika Karyawan Sakit Memutuskan Tetap Bekerja?

Beberapa karyawan yang sakit belum memahami Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 sehingga kebanyakan dari mereka takut tidak dibayar jika mereka tidak masuk bekerja. Dalam hal ini perusahaan harus mengimbau karyawannya tentang risiko-risiko yang terjadi jika karyawan tetap memaksa masuk.

Perusahaan juga berhak mengingatkan tentang poin-poin dalam surat kontrak dan juga membuka UU ketenagakerjaan kepada karyawan yang sakit. Perusahaan bahkan diwajibkan untuk menanggung biaya perawatan karyawan sakit berkepanjangan. Misalnya insiden di tempat kerja atau setidaknya memberikan fasilitas kesehatan seperti asuransi kesehatan.

Kesimpulannya, dalam hal menghadapi karyawan yang cuti karena sakit berkepanjangan perusahaan dilarang langsung untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Ada batas maksimal absensi sakit hingga diberlakukan pemutusan hubungan kerja yaitu selama 12 bulan berturut-turut. Bahkan perusahaan dianjurkan untuk memberikan fasilitas kesehatan kepada karyawannya.

Untuk mempermudah dalam mengelola cuti karyawan sakit Anda dapat menggunakan fitur software HR Mekari Talenta dengan banyak solusi untuk perusahaan Anda. Selain mengelola cuti, melakukan absensi secara mobile dan juga cara menghitung payroll secara akurat.

Tertarik untuk mencoba Mekari Talenta? Isi formulir ini untuk jadwalkan demo Mekari Talenta dengan sales kami dan konsultasikan masalah HR Anda kepada kami!

Coba Gratis Aplikasi HRD HRMS HRIS Talenta Sekarang!

Seberapa bermanfaat postingan ini untuk Anda?

Beri penilaian Anda dengan bintang di bawah ini!

Rating rata-rata / 5. Jumlah Voting:

Belum ada penilaian sejauh ini! Jadilah yang pertama menilai artikel ini.

Image
Hafidh Ardianto Penulis
Penulis yang berdedikasi sejak tahun 2020 dengan pengalaman langsung menyusun, membuat, dan mengoptimasi konten untuk meningkatkan kunjungan ke situs web dan visibilitas online. Terampil dalam produksi konten, riset kata kunci, brand messaging, dan mengidentifikasi peluang dari kompetitor agar diterapkan sebagai strategi konten yang efektif.
WhatsApp Hubungi sales