Human Resources Development atau Pengelola Sumber Daya Manusia dalam sebuah perusahaan sangat berpengaruh dalam menentukan perkembangan perusahaan atau organisasi di masa yang sangat kompetitif ini. HRD harus paham bagaimana strategi yang baik dalam mendorong produktivitas karyawan agar mencapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan atau organisasi. Karena ternyata banyak sekali variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan.
Karyawan merupakan aset yang sangat penting bagi perusahaan atau organisasi. Meski perusahaan memiliki aset lain seperti bangunan dan properti, namun karyawanlah yang sangat berperan penting. Karena karyawan menentukan maju atau mundurnya perkembangan dari suatu perusahaan atau organisasi dari kinerjanya. Tidak heran, HRD harus pintar-pintar merumuskan cara yang ampuh untuk meningkatkan produktivitas karyawan.
Namun ternyata banyak sekali loh variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan. Apa saja itu? Simak selengkapnya variabel yang mempengaruhi kinerja pada ulasan Mekari Talenta berikut ini.
Apa Itu Pengertian Variabel Kinerja Karyawan?
Secara umum, variabel kinerja karyawan adalah komponen yang dapat diukur dan dijadikan dasar untuk menilai kualitas dan kuantitas kerja seorang karyawan. Setiap organisasi bisa memiliki variabel yang berbeda, tergantung jenis industri, budaya perusahaan, serta tujuan bisnisnya.
Variabel Apa Saja yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan?
Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dihasilkan oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Pengaruh kinerja karyawan sangatlah berdampak bagi perusahaan atau organisasi. Mengapa tidak? Pengaruh kinerja karyawan ini sangat berdampak pada maju mundurnya suatu perusahaan atau organisasi. Berikut variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan:
1. Kemampuan dan Keahlian
Variabel yang mempengaruhi kinerja pertama adalah kemampuan dan keahlian. Variabel yang mempengaruhi kinerja ini merupakan komponen penting dari tercapainya kinerja yang maksimal. Lalu apa yang dimaksud dengan kemampuan? Kemampuan merupakan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin luas keterampilan yang dimiliki oleh seorang karyawan, maka semakin mudah karyawan tersebut dalam mencapai hasil kinerja yang maksimal.
Sedangkan keahlian merupakan pengetahuan yang dimiliki karyawan tentang pekerjaannya. Semakin baik pengetahuan karyawan maka potensi karyawan tersebut dalam menghasilkan kinerja yang berkualitas akan semakin tinggi. Oleh karena itu kemampuan dan keahlian merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap kinerja seorang karyawan.
2. Kepribadian
Kepribadian atau karakter yang dimiliki karyawan berpengaruh terhadap kinerjanya. Karyawan yang memiliki kepribadian yang baik maka dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Misalnya, karyawan yang memiliki karakter ulet dan bertanggung jawab akan melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab sehingga hasil kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki karakter tanggung jawab.
3. Motivasi Kerja
Motivasi kerja adalah dorongan bagi karyawan untuk melakukan pekerjaannya. Ini merupakan variabel yang mempengaruhi kinerja selanjutnya. Biasanya motivasi kerja dipengaruhi oleh banyak komponen lain seperti gaji, tunjangan kesehatan, keselamatan kerja, kebijakan pimpinan, dan beberapa faktor lainnya. Jika karyawan memiliki dorongan yang kuat, maka karyawan akan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Sehingga kinerja yang akan dihasilkan karyawan tersebut akan baik pula.
4. Budaya Organisasi
Budaya organisasi juga merupakan variabel yang mempengaruhi kinerja. Budaya organisasi merupakan kebiasaan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Biasanya kebiasaan atau norma-norma ini mengatur hal-hal yang berlaku dan dapat diterima secara umum serta harus dipatuhi oleh seluruh anggota perusahaan atau organisasi.
5. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau suka karyawan setelah melakukan pekerjaannya. Jika karyawan senang dengan pekerjaannya maka karyawan akan berpotensi lebih besar dalam menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut menjadi faktor ini menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan.
6. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah kondisi tempat karyawan bekerja. Variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan salah satunya adalah lingkungan. Jika lingkungan kerja nyaman dapat membuat karyawan lebih fokus dan mudah dalam mencapai kinerja maksimal. Lingkungan kerja juga dapat diartikan sebagai suasana kerja. Suasana yang suportif akan membuat produktivitas karyawan lebih tinggi dibandingkan suasana kerja yang tidak suportif.
7. Komitmen
Banyak variabel yang mempengaruhi komitmen karyawan dalam bekerja. Komitmen dapat diartikan sebagai kepatuhan terhadap perjanjian yang telah dibuat karyawan bersama perusahaan atau organisasi. Semakin kuat komitmen karyawan makan semakin besar keinginan karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.
8. Loyalitas
Loyalitas adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan atau organisasi. Variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan, salah satunya loyalitas. Semakin tinggi loyalitas karyawan terhadap perusahaan atau organisasi maka karyawan akan semakin bersungguh-sungguh dalam bekerja. Sehingga kinerja yang dihasilkan akan semakin baik. Oleh karena itu penting bagi pengelola perusahaan atau organisasi untuk menciptakan rasa loyalitas yang tinggi di lingkungan kerja.
Contoh Variabel Kinerja Karyawan
Dalam sistem manajemen kinerja modern, variabel kinerja karyawan memainkan peran vital sebagai dasar evaluasi dan pengambilan keputusan strategis. Variabel-variabel ini digunakan untuk menilai kontribusi individu terhadap pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Penentuan indikator yang tepat sangat penting agar evaluasi tidak bersifat subjektif, melainkan berdasarkan metrik yang dapat diukur secara objektif.
1. Produktivitas
Produktivitas merupakan ukuran utama dalam mengevaluasi kinerja karyawan karena berkaitan langsung dengan output yang dihasilkan selama periode tertentu. Indikator ini biasanya mengukur jumlah pekerjaan yang diselesaikan, produk yang diproduksi, laporan yang dibuat, klien yang ditangani, atau proyek yang diselesaikan dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
Misalnya, pada divisi produksi, produktivitas karyawan dapat diukur dari berapa banyak unit barang yang dihasilkan setiap harinya. Di sisi lain, bagi staf administrasi, produktivitas bisa dilihat dari jumlah laporan atau dokumen yang berhasil disusun dan diselesaikan sesuai deadline. Untuk divisi penjualan, produktivitas dapat dilihat dari jumlah prospek yang dihubungi dan konversi yang dicapai.
Mengukur produktivitas tidak hanya membantu mengetahui efisiensi kerja, tetapi juga dapat menjadi indikator dalam mendeteksi kebutuhan pelatihan atau penyesuaian beban kerja yang adil di antara tim.
2. Efisiensi
Efisiensi mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan penggunaan sumber daya yang minimal, seperti waktu, tenaga, dan biaya, tanpa mengurangi kualitas hasil akhir. Seorang karyawan yang efisien akan mampu menyelesaikan tugas lebih cepat dari standar waktu yang ditentukan, sambil tetap mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas hasil pekerjaannya.
Sebagai contoh, staf IT yang menyelesaikan troubleshooting sistem dalam 2 jam padahal standar waktunya adalah 4 jam, mencerminkan efisiensi kerja yang tinggi. Namun demikian, efisiensi juga harus diimbangi dengan kualitas, karena menyelesaikan tugas terlalu cepat tanpa memperhatikan detail dapat menimbulkan kesalahan.
Organisasi yang menekankan efisiensi biasanya akan membekali karyawannya dengan alat bantu, pelatihan, atau sistem kerja yang dapat memangkas proses birokrasi dan duplikasi kerja. Evaluasi efisiensi ini penting untuk mendeteksi proses yang perlu diperbaiki dan mengidentifikasi praktik kerja terbaik (best practices).
3. Kualitas Pekerjaan
Selain seberapa banyak pekerjaan diselesaikan, penting pula untuk menilai seberapa baik hasil yang dikerjakan. Kualitas pekerjaan mencerminkan ketelitian, akurasi, dan nilai dari output yang dihasilkan seorang karyawan. Indikator yang biasa digunakan termasuk jumlah kesalahan dalam laporan, tingkat revisi yang diminta atasan, atau jumlah keluhan dari pelanggan terkait hasil kerja tersebut.
Sebagai ilustrasi, desainer grafis yang mampu menghasilkan desain yang langsung disetujui oleh klien tanpa revisi berarti memiliki kualitas kerja yang tinggi. Sementara seorang data entry yang konsisten melakukan kesalahan input akan dinilai memiliki kualitas kerja rendah meskipun volume pekerjaannya tinggi.
Kualitas pekerjaan juga mencakup bagaimana karyawan menerapkan standar prosedur operasional, memperhatikan detail, dan melakukan self-check sebelum menyerahkan pekerjaan. Pemahaman terhadap kualitas ini penting dalam menjaga citra profesional perusahaan.
4. Pengetahuan dan Kompetensi
Kompetensi karyawan adalah kemampuan aktual yang dimiliki untuk melaksanakan tugas pekerjaannya. Kompetensi ini meliputi pengetahuan teknis (hard skills) seperti kemampuan akuntansi, pemrograman, atau penguasaan perangkat lunak, serta keterampilan non-teknis (soft skills) seperti kemampuan berkomunikasi, menyelesaikan konflik, dan kepemimpinan.
Karyawan yang memiliki pemahaman mendalam tentang pekerjaannya cenderung dapat menyelesaikan tugas lebih mandiri dan proaktif. Evaluasi kompetensi biasanya dilakukan melalui asesmen, pelatihan, sertifikasi, dan pengamatan langsung terhadap performa kerja sehari-hari.
Organisasi yang ingin membangun keunggulan kompetitif jangka panjang harus mampu memetakan kompetensi yang dibutuhkan, menilai kesenjangan kompetensi (skill gap), dan menyusun rencana pengembangan SDM secara sistematis.
5. Kerja Sama Tim (Teamwork)
Kerja sama tim adalah kemampuan seorang individu untuk berkolaborasi secara efektif dengan rekan-rekan kerjanya. Ini mencakup komunikasi yang baik, dukungan terhadap anggota tim lain, kemampuan menerima umpan balik, dan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan bersama.
Di banyak organisasi modern, proyek tidak lagi dikerjakan secara individu, melainkan berbasis tim lintas fungsi. Oleh karena itu, kemampuan berinteraksi, memahami peran, dan mendukung keberhasilan tim sangat krusial. Karyawan yang unggul dalam kerja sama tim akan memperkuat sinergi dan budaya kerja harmonis.
Evaluasi kerja sama tim dapat dilakukan melalui umpan balik 360 derajat, pengamatan langsung, dan keberhasilan tim dalam mencapai target proyek.
6. Inisiatif dan Inovasi
Karyawan yang aktif dalam memberikan ide-ide baru, memperbaiki cara kerja, dan menawarkan solusi terhadap masalah yang timbul memiliki nilai tambah tersendiri bagi perusahaan. Inisiatif dan inovasi menjadi variabel penting dalam lingkungan kerja yang kompetitif dan terus berubah.
Organisasi dapat menilai inisiatif dari seberapa sering seorang karyawan mengusulkan perbaikan proses atau mengambil tanggung jawab secara sukarela untuk proyek tambahan. Sementara inovasi dapat dinilai dari keberhasilan ide yang diterapkan dan memberikan dampak positif bagi efisiensi atau kualitas hasil kerja.
Budaya kerja yang mendorong inisiatif dan inovasi akan melahirkan karyawan yang tidak hanya reaktif, tapi juga proaktif.
7. Ketepatan Waktu (Disiplin)
Disiplin merupakan aspek mendasar dalam menilai etos kerja seorang karyawan. Disiplin ini tidak hanya menyangkut kehadiran tepat waktu, tetapi juga penyelesaian tugas sesuai deadline, kepatuhan terhadap jam kerja, dan konsistensi mengikuti aturan perusahaan.
Karyawan yang selalu hadir tepat waktu dan mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal menunjukkan komitmen tinggi terhadap tanggung jawabnya. Sebaliknya, keterlambatan, bolos tanpa keterangan, dan penundaan tugas bisa menimbulkan dampak negatif terhadap tim dan target perusahaan.
Penerapan sistem absensi digital atau integrated HRIS sangat membantu dalam mendeteksi pola ketidakhadiran dan mengevaluasi disiplin secara objektif.
8. Sikap dan Perilaku
Sikap mencerminkan nilai-nilai yang dianut karyawan, termasuk etika kerja, kesopanan, tanggung jawab, profesionalisme, dan loyalitas terhadap perusahaan. Sementara perilaku adalah ekspresi nyata dari sikap tersebut dalam kehidupan kerja sehari-hari.
Evaluasi sikap dan perilaku sangat penting karena seseorang dengan kompetensi tinggi tetapi perilaku negatif dapat merusak suasana kerja tim. Indikator evaluasi mencakup kejujuran, konsistensi, semangat kerja, kepedulian terhadap sesama, dan partisipasi dalam kegiatan perusahaan.
Pelatihan penguatan budaya perusahaan dan coaching karyawan merupakan strategi untuk memperkuat sikap dan perilaku kerja yang diharapkan.
9. Pencapaian Target/KPI
KPI (Key Performance Indicator) merupakan target yang telah disepakati sebelumnya antara atasan dan bawahan sebagai bagian dari sistem manajemen kinerja. Evaluasi pencapaian KPI membantu perusahaan melihat sejauh mana kontribusi karyawan dalam mendukung pencapaian tujuan strategis organisasi.
Contohnya, untuk tenaga penjualan, KPI bisa berupa jumlah unit terjual atau omzet bulanan. Untuk customer support, KPI bisa berupa rata-rata penyelesaian tiket atau rating kepuasan pelanggan. Pencapaian KPI menjadi tolak ukur yang bersifat kuantitatif dan transparan.
Penting untuk menetapkan KPI yang realistis, relevan, terukur, dan selaras dengan sasaran organisasi.
10. Layanan Pelanggan (Customer Service)
Bagi karyawan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan, seperti customer service atau sales support, layanan pelanggan menjadi indikator kinerja utama. Evaluasinya meliputi kualitas respons, kecepatan pelayanan, kemampuan menyelesaikan keluhan, hingga tingkat kepuasan pelanggan.
Survei kepuasan pelanggan, rating layanan, dan retensi klien adalah indikator yang umum digunakan. Karyawan dengan kemampuan interpersonal yang baik, empati tinggi, dan ketenangan dalam menghadapi komplain akan memberikan nilai tambah dalam membangun loyalitas pelanggan.
Cara Menentukan Variabel Kinerja yang Tepat bagi Karyawan
Menetapkan variabel kinerja yang tepat adalah langkah fundamental dalam membangun sistem evaluasi kerja yang efektif di perusahaan. Variabel ini tidak hanya berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan, tetapi juga menjadi dasar dalam pemberian insentif, promosi, pelatihan, hingga pengembangan karier. Berikut ini adalah penjabaran mendalam mengenai cara-cara menentukan variabel kinerja yang akurat dan relevan dengan kebutuhan organisasi.
Sesuaikan dengan Deskripsi Pekerjaan dan Tujuan Divisi
Langkah pertama dalam menentukan variabel kinerja adalah memahami secara menyeluruh deskripsi pekerjaan dari posisi yang dimaksud. Setiap jabatan dalam sebuah perusahaan memiliki tanggung jawab, tugas pokok, serta output yang berbeda. Maka dari itu, indikator atau variabel kinerjanya pun harus disesuaikan.
Misalnya, untuk posisi di divisi penjualan (sales), variabel kinerja bisa mencakup jumlah penjualan bulanan, pencapaian target omzet, tingkat retensi pelanggan, dan waktu penyelesaian negosiasi. Sementara untuk karyawan bagian administrasi, indikator bisa berupa ketepatan pengarsipan dokumen, kecepatan input data, dan tingkat kesalahan administratif.
Penyesuaian dengan tujuan divisi juga sangat penting. Jika tujuan divisi marketing adalah meningkatkan awareness dan engagement, maka variabel yang bisa digunakan mencakup jumlah leads yang dihasilkan, impresi konten digital, atau tingkat konversi kampanye.
Menentukan variabel tanpa memperhatikan fungsi spesifik suatu jabatan akan menimbulkan kebingungan, ketidakadilan, dan tidak mencerminkan kinerja sesungguhnya. Oleh karena itu, HR dan manajer divisi perlu bekerja sama dalam menyesuaikan indikator ini agar tepat sasaran.
Libatkan Atasan dan Karyawan dalam Penentuan Indikator
Partisipasi aktif dari atasan langsung dan karyawan yang bersangkutan sangat penting dalam merancang indikator kinerja. Mengapa demikian? Karena mereka adalah pihak yang paling memahami tantangan, proses, dan ekspektasi dari pekerjaan sehari-hari.
Melibatkan atasan memberikan perspektif manajerial tentang hasil yang diharapkan dan standardisasi evaluasi antar individu. Sementara keterlibatan karyawan memungkinkan indikator yang ditetapkan tidak hanya bersifat top-down, tetapi juga realistis untuk dicapai. Ini juga meningkatkan rasa memiliki (sense of ownership) terhadap proses evaluasi dan mendorong motivasi kerja.
Salah satu cara melibatkan kedua belah pihak adalah dengan melakukan diskusi terbuka atau FGD (Focus Group Discussion), di mana indikator dievaluasi bersama berdasarkan beban kerja, kemampuan, serta tantangan yang dihadapi. Pendekatan partisipatif seperti ini sangat efektif dalam membangun sistem manajemen kinerja yang adil, transparan, dan dapat diterima semua pihak.
Gunakan Metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Dalam manajemen kinerja modern, metode SMART menjadi kerangka kerja paling populer dalam merumuskan indikator yang berkualitas. SMART adalah singkatan dari Specific (spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Relevant (relevan), dan Time-bound (berbatas waktu). Mari kita bahas lebih detail:
- Specific (Spesifik): Indikator harus jelas dan tidak ambigu. Contoh: “Meningkatkan jumlah klien baru sebanyak 10% per kuartal” jauh lebih jelas dibanding “Meningkatkan performa penjualan.”
- Measurable (Terukur): Setiap indikator harus bisa diukur secara objektif. Artinya, harus ada data atau parameter kuantitatif/kualitatif yang digunakan sebagai acuan.
- Achievable (Dapat Dicapai): Target yang ditetapkan harus realistis sesuai dengan kapasitas tim dan sumber daya yang tersedia. Target yang terlalu tinggi bisa menurunkan motivasi dan kredibilitas sistem evaluasi.
- Relevant (Relevan): Indikator harus memiliki kaitan langsung dengan peran karyawan serta tujuan strategis organisasi.
- Time-bound (Berbatas Waktu): Penilaian kinerja harus dibatasi oleh waktu tertentu, misalnya per bulan, per kuartal, atau per semester, agar proses evaluasi bisa dilakukan secara konsisten.
Metode SMART membantu perusahaan menciptakan KPI (Key Performance Indicator) yang terstruktur, adil, dan akuntabel.
Gunakan Gabungan Kuantitatif dan Kualitatif
Penilaian kinerja tidak bisa hanya mengandalkan angka semata. Indikator kuantitatif seperti jumlah penjualan, persentase kehadiran, atau produktivitas memang penting, namun tidak selalu cukup mencerminkan kualitas kerja dan sikap profesional.
Maka dari itu, indikator kualitatif perlu ditambahkan untuk memberikan gambaran yang lebih utuh. Indikator kualitatif ini dapat mencakup penilaian atasan terhadap kemampuan komunikasi, kepemimpinan, kemampuan adaptasi, atau kerja sama tim. Cara mengumpulkan datanya pun beragam, seperti melalui wawancara, survei 360 derajat, atau observasi langsung.
Contoh penerapan: Seorang customer service mungkin berhasil menyelesaikan 100 tiket keluhan pelanggan (indikator kuantitatif), namun masih sering mendapat ulasan buruk karena tidak ramah (indikator kualitatif). Kombinasi dua pendekatan ini akan memberikan penilaian yang lebih objektif dan berimbang.
Penting juga untuk membuat sistem pembobotan agar indikator kualitatif dan kuantitatif bisa digabungkan dengan proporsi yang sesuai. Misalnya, performa berbasis angka bisa diberi bobot 60%, sementara aspek perilaku atau soft skill diberi bobot 40%.
Mekari Talenta Rekomendasi Kegunaan Aplikasi Manajemen Kinerja Terbaik
Mekari Talenta adalah salah satu merk HRIS (human resources information system), yakni software (perangkat lunak) untuk manajemen sumber daya manusia. Software HRIS biasanya bertujuan mengurangi beban kerja administrasi di bidang penggajian, perpajakan karyawan, absensi, dan performance appraisal.
Selain itu, Mekari Talenta juga menyediakan fitur mobile friendly yang disebut mobile employee-self service yang dapat memudahkan karyawan untuk mengakses Talenta melalui smartphone atau gadget masing-masing. Fitur-fitur yang disediakan Talenta juga dilengkapi dengan detail-detail sehingga memudahkan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Misalnya, pada fitur payroll, komponen seperti bonus, tunjangan, pajak, insentif, dan lain-lain ditambahkan. Dengan demikian perhitungan akan menjadi lebih efisien dan efektif.