Hak pesangon karyawan menjadi topik yang ramai diperbincangkan setelah Undang-undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Ciptaker disahkan DPR pada 5 Oktober lalu.
Tak hanya dari kalangan pekerja, komentar terkait pesangon juga datang pengacara senior Hotman Paris Hutapea.
Lewat akun Instagram pribadinya, ia memberi masukan soal pentingnya aturan terkait durasi penyelesaian perkara pesangon yang membutuhkan waktu 1-2 tahun.
Durasi itu merupakan proses penyelesaian perkara dari pelaporan pekerja ke Kementerian Ketenagakerjaan, lalu ke pengadilan perburuhan, hingga ke Mahkamah Agung (MA).
Terlepas dari hal-hal tersebut, UU Ciptaker telah membuat para buruh atau pekerja kembali membaca ulang ketentuan terkait pesangon dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasalnya, tak sedikit di antara mereka yang masih awam dan belum memahami hak-haknya terkait pesangon.
Padahal, pengetahuan ini penting sebagai landasan pekerja dalam menuntut pesangon kepada perusahaan, baik jika terjadi pemutusan kerja maupun jika karyawan hendak mengundurkan diri dari sebuah perusahaan.
Jika Anda seorang buruh atau pekerja hal-hal ini perlu diketahui sebelum menuntut pesangon.
Perbedaan Karyawan PHK dan Mengundurkan Diri
Seperti telah disebutkan sebelumnya, secara umum, ketentuan terkait besaran pesangon terbagi menjadi dua yakni pesangon karyawan terkena PHK maupun karyawan mengundurkan diri (resign).
Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menyampaikan karyawan dapat terkena PHK jika terjadi kondisi yang tertera dalam Pasal 61 UU Ketenagakerjaan antara lain, pekerja meninggal dunia, jangka waktu kontrak kerja telah berakhir, dan adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selain itu, PHK juga dapat terjadi dengan adanya keadaan atau kejadian tertentu yang melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Kondisi ini dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Sementara, karyawan resign adalah berakhirnya hubungan kerja atas kemauan atau keinginan karyawan.
Dalam Pasal 162 ayat (3) UU Ketenagakerjaan disebutkan pengunduran diri harus memenuhi syarat.
Pertama, mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
Kedua, tidak terikat dalam ikatan dinas.
Ketiga tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal berlakunya pengunduran diri.
Hak Pesangon Karyawan Kena PHK
Dalam UU Ketenagakerjaan, aturan pesangon bagi karyawan yang terkena PHK diatur dalam Pasal 156 ayat (1) yang berbunyi:
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Sementara itu, besaran uang pesangon bagi karyawan terkena PHK diatur dalam pasal 156 ayat (2). sementara uang penghargaan masa kerja diatur lebih lanjut pada pasal 156 ayat (3).
Terkait dengan uang penggantian hak, ketentuannya diatur dalam Pasal 156 ayat (4) yang menjelaskan bahwa uang penggantian yang dimaksud terdiri dari hak cuti yang belum diambil oleh karyawan, ongkos pulang bagi karyawan ke tempat ia pernah diterima kerja, dan penggantian uang perumahan dan perawatan.
Namun, dalam UU Ciptaker, penggantian uang perumahan dan perawatan dihapus. Sehingga, uang penggantian hak ini hanya bisa diperoleh jika terdapat dalam perjanjian kerja.
Hak Pesangon Karyawan Resign
Karyawan yang mengajukan resign tak akan mendapatkan uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja melainkan uang penggantian hak dan uang pisah.
Hal ini diatur secara lengkap dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 162 ayat (1) dan (2).
Sedangkan besaran uang penggantian hak diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (4).
Sanksi Keterlambatan Pesangon
Dalam ketentuan Pasal 156 ayat 1 UU Omnibus Law Cipta Kerja diatur bila terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
Ancaman sanksi tertuang di Pasal 185 ayat 1 di UU Ciptaker. Sanksi dijatuhkan karena tidak membayar pesangon masuk kategori tindak pidana.
Ketentuan Uang Penggantian Hak (UPH)
Uang Penggantian Hak (UPH) diatur dalam Pasal 156 Ayat 4 yang berbunyi:
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja
- penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Peraturan tentang cuti tahunan karyawan swasta yang belum gugur pada masa tahun berjalan, dihitung proporsional sesuai dengan penghasilan tetap (upah pokok + tunjangan tetap) dikali sisa masa cuti yang belum diambil.
Selain itu, jika memang ada hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian kerja seperti bonus, insentif, dan lainnya; maka hal ini termasuk hak karyawan mengundurkan diri (resign).
Selanjutnya, Pasal 162 Ayat 2 menyebutkan: “Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”
Artinya, perusahaan dianjurkan memberikan uang penghargaan masa kerja bagi mereka yang termasuk dalam non-management committee.
Untuk detail soal besaran dan jangka waktu pembayaran diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; sesuai dengan kebijakan perusahaan.
Lantas, Apakah Karyawan Resign dapat Pesangon?
Pasalnya, karyawan yang mendapatkan pesangon hanyalah untuk para karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK sehingga karyawan yang sukarela untuk keluar atau resign dari perusahaan tidaklah mendapatkan uang pesangon.
Meskipun demikian, karyawan yang resign masih akan tetap dipenuhi kebutuhannya karena berhak menerima Uang Penggantian Hak atau (UPH), sebagaimana yang telah diatur didalam Pasal 162 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan.
Namun, adapun syarat yang perlu dipenuhi bagi karyawan resign yang ingin mendapatkan Uang Penggantian Hak (UPH), berikut ini adalah ketentuannya mengenai hal tersebut di dalam Pasal 162 ayat (3) UU Ketenagakerjaan:
- Permohonan pengunduran diri disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum off (tidak lagi aktif bekerja). Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pengusaha untuk mencari pengganti yang baru dan/atau melakukan transfer of knowledge bagi karyawan baru (pengganti).
- Tidak ada sangkutan “ikatan dinas”.
- Harus tetap bekerja (melaksanakan kewajibannya) sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Jumlah UPH itu pun memiliki besaran yang berbeda-beda, mulai dari cuti tahunan yang belum diambil, biaya atau ongkos pulang untuk karyawan dan keluarga ke tempat di mana karyawan diterima bekerja hingga hal-hal lain yang ditetapkan di dalam perjanjian kerja.
Ketentuan Hak Karyawan yang Mengundurkan Diri
Pasal 162 Ayat 3 turut mengatur tentang ketentuan hak pekerja yang mengundurkan diri tersebut, yaitu mereka yang memenuhi syarat:
- mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
- tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
- tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Untuk menghindari adanya tuntutan yang tidak pada tempatnya, ada baiknya Anda sebagai staff HR mengatur tentang hak dan kewajiban karyawan ini secara terperinci dalam contoh kontrak kerja karyawan, dan mensosialisasikannya kepada mereka.
Di samping itu, untuk memastikan perusahaan dan karyawan sama-sama menjalankan tugasnya secara seimbang, gunakanlah software HRIS yang dapat mencatat dan memantau absensi karyawan secara online, melakukan perhitungan lembur karyawan, dan mengaplikasikan cuti online.
Mekari Talenta merupakan aplikasi penggajian yang bisa perhitung PPh 21, sehingga karyawan dapat resign dengan tenang, mengetahui kewajibannya sebagai warga negara telah terpenuhi dengan baik.
Mekari Talenta adalah salah satu software HRIS untuk manajemen sumber daya manusia.
Software HRIS biasanya bertujuan mengurangi beban kerja administrasi di bidang penggajian, perpajakan karyawan, absensi, dan performance appraisal.
Selain itu, Mekari Talenta dilengkapi dengan aplikasi KPI yang akan mempermudah HR dalam mengelola KPI semua karyawan hanya dalam satu aplikasi yang terintegrasi dengan fitur lainnya sehingga proses penghitungan bonus performa karyawan akan lebih akurat.
Mekari Talenta memberikan solusi dengan menghadirkan aplikasi HRD yang dapat diakses secara online dan dapat membantu mengotomatisasi proses seperti pembayaran gaji dan absensi dalam satu dashboard yang mudah digunakan.
Tertarik mencoba software HRIS Mekari Talenta? Konsultasi degnan tim sales kami sekarang.