Pernikahan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, termasuk ketika menikah dengan teman sekantor.
Di dalam lingkungan kerja, adanya hubungan pernikahan antar karyawan telah lama menjadi topik yang kontroversial.
Namun, baru-baru ini Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil langkah berani dengan menghapus aturan yang melarang karyawan menikah dengan rekan sekantornya.
Sebelumnya, dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
Namun, MK menemukan frasa ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Keputusan MK ini memberikan dampak besar bagi perusahaan dan karyawan.
Tidak lagi ada larangan bagi karyawan untuk menikah dengan rekan kerja mereka, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Bagi banyak orang, ini adalah langkah maju dalam mendukung kebebasan individu dan menghormati hak asasi manusia.
Salah satu alasan yang mendasari penghapusan batasan ini adalah bahwa pembatasan tersebut tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan antar karyawan di tempat kerja.
Justru, larangan semacam itu dapat dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap hak pribadi dan kehidupan pribadi seseorang.
MK juga menyatakan bahwa tidak ada norma moral, nilai-nilai agama, keamanan, atau ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis yang terganggu oleh adanya fakta bahwa pekerja/buruh dalam satu perusahaan memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan.
Dengan demikian, alasan moral atau agama untuk melarang pernikahan antar karyawan tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang hukum.
Keputusan MK ini juga membuka ruang untuk lebih menghormati kehidupan pribadi dan hak individu.
Pernikahan adalah hal yang kompleks dan beragam, dan tidak sepantasnya diatur oleh peraturan perusahaan atau undang-undang ketenagakerjaan.
Setiap individu memiliki hak untuk memilih pasangannya, termasuk rekan kerja, tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Namun, tentu saja, keputusan MK ini tidak berarti bahwa karyawan bebas untuk menikah tanpa mempertimbangkan konsekuensi di lingkungan kerja.
Perusahaan masih dapat mengatur pernikahan antar karyawan dengan bijaksana dan profesional.
Misalnya, dengan mengimplementasikan kebijakan yang menghindari konflik kepentingan atau kebijakan yang mengatur relokasi karyawan jika diperlukan.
Tetap adanya pengaturan mengenai pernikahan antar karyawan yang tidak mengandung diskriminasi dan diatur dengan bijaksana akan membantu perusahaan menjaga profesionalitas dan etika kerja. Namun, aturan semacam itu harus menghormati hak asasi manusia dan kebebasan individu.
Penghapusan batasan pernikahan antar karyawan oleh MK adalah langkah maju dalam mendukung kebebasan dan hak asasi individu.
Ini adalah tanda bahwa masyarakat semakin memahami pentingnya menghormati kehidupan pribadi dan pilihan pribadi seseorang.
Bagi dunia kerja, ini adalah peluang untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan menghormati kebebasan dan hak karyawan.
Semoga keputusan ini menjadi titik awal untuk perubahan yang lebih baik dalam lingkungan kerja di Indonesia.
Perppu Ciptaker: Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Pernikahan di Lingkungan Kerja
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja atau yang lebih dikenal sebagai Ciptaker telah memberikan perlindungan bagi karyawan yang ingin menikah dengan teman sekantornya di satu perusahaan.
Pasal 153 ayat 1 huruf f dalam Perppu Ciptaker secara tegas melarang pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh dengan alasan memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 13/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh delapan pegawai menjadi dasar sah untuk penerapan Pasal 153 ayat 1 huruf f dalam Perppu Ciptaker ini.
Para pegawai tersebut, Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih, mengajukan gugatan atas Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan yang melarang pernikahan sesama teman satu kantor berdasarkan perjanjian kerja bersama (PKB) di perusahaan mereka.
Melalui putusan MK, hak asasi dan kebebasan individu dalam menentukan pilihan pernikahan terjaga dengan baik.
Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan yang mengizinkan PHK berdasarkan pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan telah dianggap tidak sesuai dengan norma hukum yang lebih tinggi, termasuk Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.
Pernikahan adalah sebuah hak pribadi dan takdir yang tidak dapat dielakkan.
Tidak ada alasan bagi perusahaan untuk mengintervensi hak pribadi karyawan dalam menentukan pasangan hidupnya.
Larangan pernikahan antar karyawan dengan dalih PHK berdasarkan hubungan darah atau perkawinan telah dihapuskan, memberikan kebebasan bagi para karyawan untuk menjalin hubungan pribadi tanpa takut kehilangan pekerjaan.
Selain itu, keputusan MK ini juga berpegang pada asas persamaan hak dan non-diskriminasi.
Tidak ada alasan bagi perusahaan untuk membatasi hak karyawan berdasarkan hubungan keluarga atau perkawinan.
Perlakuan yang adil dan sama bagi seluruh karyawan harus dijunjung tinggi, tanpa memandang status perkawinan atau hubungan darah.
Perppu Ciptaker dan putusan MK ini memberikan dorongan bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, menghormati hak asasi, dan mendukung kebebasan individu.
Aturan-aturan yang dapat mengganggu kehidupan pribadi karyawan harus dihindari, dan keputusan hidup mereka harus dihormati tanpa intervensi yang tidak perlu.
Dengan demikian, Perppu Ciptaker telah memberikan perlindungan hukum bagi karyawan yang ingin menikah dengan teman sekantornya, dan melindungi hak asasi dan kebebasan individu di lingkungan kerja.
Semoga langkah ini menjadi pijakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, adil, dan menghormati hak asasi manusia bagi seluruh karyawan di Indonesia.
Tentang Putusan MK Melalui Pertimbangan Matang Terkait Hal “Menikah dengan Teman Sekantor”
Setelah menjadi perdebatan panjang, akhirnya pada Kamis (14/12-17) Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia memutuskan bahwa karyawan dalam satu perusahaan diperbolehkan terikat perkawinan. Dengan kata lain, menikah dengan teman sekantor.
Dengan putusan MK ini maka peraturan dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-undang Ketenagakerjaan yang selama ini dianggap melanggar hak asasi manusia sudah tak lagi berlaku atau telah dibatalkan.
Setelah pemberlakuan keputusan MK ini maka Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-undang Ketenagakerjaan secara keseluruhan akan berubah.
Kini isi peraturan bakal berubah dari yang awalnya berbunyi pengusaha atau pemberi kerja berhak untuk memutus hubungan kerja alias PHK atas pekerja dalam satu perusahaan yang memiliki ikatan perkawinan menjadi:
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
Berikut rangkuman Mekari Talenta mengenai putusan MK tersebut.
Pihak Mahkamah Konstitusi alias MK tak sembarangan dalam memutuskan hal ini.
Pihak MK beranggapan bahwa frasa pada ketentuan a quo sebelumnya yakni:
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama
dianggap menciderai hak asasi manusia dan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Pembatasan yang termuat dalam ketentuan a quo dinilai Mahkamah tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
“Karena pada dasarnya tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah atau ikatan perkawinan sebagaiman dimaksud ketentuan a quo,” ujar ketua MK Arief Hidayat.
Berkaitan dengan hal tersebut, pihak MK juga beropini bahwa ketentuan a quo yang selama ini mengikat telah mengesampingkan pemenuhan hak asasi manusia.
Hal ini dianggap MK sebagai persyaratan yang dianggap tak bisa diterima, apalagi menjadi dasar dari peraturan yang sah dan konstitusional.
Lebih lanjut, MK mengungkapkan jika memang pihak pengusaha atau perusahaan suatu saat khawatir terjadi pelanggaran terkait adanya perubahan peraturan ini maka bisa diatasi dengan keputusan internal perusahaan.
Di mana perusahaan wajib merumuskan peraturan yang ketat hingga terbangunnya integritas di setiap karyawan yang tinggi dan tidak memengaruhi performance review karyawan.
Semoga peraturan baru ini bisa membawa angin segar bagi karyawan yang selama ini mungkin merasa hak asasinya telah diganggu gugat.
Selain itu, diharapkan perusahaan juga bisa lebih bijak dalam merumuskan peraturan terbaru berkaitan dengan hubungan antara rekan kerja terutama aturan menikah dengan teman sekantor.
Sudah sewajarnya jika perusahaan mematuhi keputusan yang dibuat oleh MK dengan menghapus larangan menikah dengan teman satu kantor.
Dengan demikian, perusahaan tidak akan kehilangan karyawan terbaiknya yang bukan saja mencintai rekan kerjanya, tetapi juga mencintai pekerjaannya di perusahaan.
Hal ini juga berujung pada kesempatan karyawan untuk mengembangkan karir dan memberikan kontribusi terbaiknya untuk perusahaan.
Namun, untuk menghindari sikap tidak profesional antar karyawan, Anda bisa memberikan dan menambahkan beberapa kebijakan ataupun peraturan seperti memindahkan divisi atau melakukan mutasi ke cabang yang berbeda.
Ini adalah salah satu cara menjaga sikap profesionalitas karyawan yang menikah dengan teman satu kantor, perusahaan bisa memindahkan salah satunya ke divisi yang berbeda.
Kelola Karyawan Lebih Mudah Dengan Aplikasi HR Mekari Talenta
Inilah tugas penting Anda sebagai HR, mengelola dan menjaga karyawan untuk memberikan kinerja yang baik, sehingga membantu produktivitas mereka dan juga mengembangkan perusahaan.
Untuk melakukan pekerjaan tersebut bukanlah hal yang mudah. Selain itu, Anda juga harus melakukan pekerjaan administratif lain yang tentunya akan membebankan pekerjaan strategis Anda.
Jadi, agar lebih fokus pada pekerjaan strategis seperti mengelola karyawan, Anda bisa mempercayakan tugas administratif perusahaan dengan Mekari Talenta.
Mulai dari absensi online, pengelolaan cuti dan lembur, hingga perhitungan gaji. Semua menjadi terpusat dalam satu aplikasi.
Tertarik untuk mencoba MekariTalenta? Isi formulir ini untuk jadwalkan demo Talenta dengan sales kami dan konsultasikan masalah HR Anda kepada kami!
Anda juga bisa coba gratis Mekari Talenta sekarang dengan klik gambar di bawah ini.
Apa Untung Rugi Menikah dengan Teman Sekantor?
Menikah dengan teman sekantor adalah pilihan yang dapat memberikan keuntungan dan juga risiko bagi kedua belah pihak.
Sebelum memutuskan untuk menikah dengan teman sekantor, penting untuk mempertimbangkan secara matang baik untung maupun rugi yang mungkin terjadi.
Berikut adalah beberapa untung dan rugi yang perlu dipertimbangkan:
Untung:
- Kesamaan Kepentingan: Menikah dengan teman sekantor dapat memberikan keuntungan karena kalian memiliki kesamaan kepentingan dalam pekerjaan. Kalian dapat berdiskusi tentang pekerjaan, saling memberikan dukungan, dan memahami tantangan yang dihadapi di tempat kerja.
- Meningkatkan Komunikasi: Kalian sudah akrab satu sama lain, sehingga komunikasi di tempat kerja menjadi lebih mudah dan efisien. Kalian tahu cara berbicara dan bekerja bersama, yang dapat meningkatkan kerjasama dan efektivitas tim.
- Kepercayaan: Sudah terjalin rasa kepercayaan di antara kalian, karena telah mengenal satu sama lain sebelumnya. Ini bisa mengurangi konflik atau ketidakpercayaan yang sering terjadi di antara kolega yang tidak begitu akrab.
- Dukungan Emosional: Ketika menghadapi tekanan atau tantangan di tempat kerja, memiliki pasangan hidup di dekatnya dapat memberikan dukungan emosional yang sangat berarti.
- Fleksibilitas: Dalam hal cuti atau jadwal kerja yang fleksibel, bisa lebih mudah berkoordinasi dan saling menutupi jika satu dari kalian membutuhkan waktu istirahat atau cuti karyawan.
Rugi:
- Potensi Konflik: Menikah dengan teman sekantor dapat membawa risiko konflik di tempat kerja dan di rumah. Jika terjadi ketegangan atau masalah dalam hubungan pribadi, hal itu dapat memengaruhi produktivitas dan hubungan di tempat kerja.
- Privasi Terpapar: Menikah dengan teman sekantor dapat mengakibatkan privasi pribadi terpapar. Cerita dan masalah pribadi mungkin menjadi topik perbincangan di tempat kerja, yang bisa menjadi tidak nyaman atau mengganggu.
- Tanggung Jawab Ganda: Memisahkan pekerjaan dan kehidupan pribadi mungkin menjadi lebih sulit ketika menikah dengan teman sekantor. Tanggung jawab ganda ini bisa menjadi beban ekstra dan memerlukan manajemen waktu yang baik.
- Perubahan Dinamika Tim: Menikah dengan teman sekantor dapat mengubah dinamika tim di tempat kerja. Rekan kerja mungkin merasa canggung atau merasa perlu menjaga sikap ketika berinteraksi dengan pasanganmu.
- Risiko Kehilangan Pekerjaan: Jika terjadi masalah dalam hubungan pribadi yang berujung pada perceraian atau putus hubungan, risiko kehilangan pekerjaan dan ketidaknyamanan di tempat kerja dapat meningkat.
Keputusan untuk menikah dengan teman sekantor adalah keputusan pribadi yang harus dipertimbangkan dengan matang.
Penting untuk berbicara terbuka dengan calon pasangan tentang potensi untung dan rugi, serta mengevaluasi dampaknya pada pekerjaan dan hubungan pribadi.