Beberapa waktu lalu, Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang mengatur hak pengusaha dalam hubungan industrial untuk pemutusan hubungan kerja alias PHK atas pekerja dalam satu perusahaan yang memiliki ikatan perkawinan atau pernikahan satu kantor setelah perjanjian kerja disepakati kedua belah pihak kembali digugat.
Dikutip dari laman Kompas.com, sekelompok pegawai yang diantaranya adalah Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro dan Airtas Asnawi menggugat ke Mahkamah Konstitusi dengan dalih bahwa peraturan tersebut telah melanggar hak konstitusional para pegawai dan juga bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkawinan dan UU Hak Asasi Manusia.
Terkait kisruh atas perjanjian ini memang bukanlah pertama terjadi. Beberapa waktu sebelumnya banyak pegawai dari beragam disiplin pekerjaan menggugat peraturan kontroversial mengenai larangan pernikahan satu kantor.
Lantas, seberapa pentingkah peraturan perusahaan tentang larangan menikah dengan teman sekantor ini diterapkan? Dan apakah peraturan ini masih relevan jika diterapkan di perusahaan-perusahaan? Berikut penjelasan lengkapnya.
Apakah Larangan Pernikahan Satu Kantor Masih Relevan untuk Diterapkan?
Menilik pada kebijakan umum perusahaan, pada dasarnya peraturan larangan pernikahan satu kantor ini memang relevan untuk diterapkan.
Namun perusahaan tak bisa sembrono dan terlalu saklek dalam menerapkan peraturan ini. Saat memutuskan peraturan ini ditegakkan dalam kebijakan maka pihak perusahaan harus mendasarkan pemikirannya pada 3 pilar pertimbangan berikut ini.
- Yang pertama, peraturan pada dasarnya diterapkan jika di masa depan perusahaan mengkhawatirkan munculnya potensi konflik kepentingan hingga KKN.
Misalnya sang istri bekerja di bagian pembelian dan suami sebagai project manager. Bisa jadi dalam suatu proses bidding tender, suami bertanya pada istri mengenai penawaran yang masuk. Padahal sebenarnya ini adalah informasi yang sifatnya rahasia (confidential).
Suami juga bisa mengarahkan istri untuk memenangkan vendor yang ia inginkan. Ada pula kemungkinan apabila pihak vendor memberikan bonus tertentu kepada suami atau istri, maka pasangan menikah tersebut bisa bekerja sama yang mengarah kepada KKN.
- Yang kedua, peraturan ini bisa diterapkan jika perusahaan mengkhawatirkan munculnya potensi konflik pekerjaan terhadap kehidupan atau sebaliknya.
Ketika terjadi masalah dalam rumah tangga, misalnya pasangan suami-istri tersebut hingga tidak saling berbicara satu sama lain. Nah, hal semacam ini sangat mungkin berimbas di kantor sehingga mengganggu profesionalitas kerja.
Demikian halnya jika terjadi konflik di kantor, sangat mungkin hal tersebut cukup berimbas terhadap kehidupan rumah tangga juga. Oleh karena itu, peraturan seperti ini bisa dibilang masih relevan jika diterapkan dengan tujuan menghindari potensi konflik pribadi terjadi di kantor atau sebaliknya.
- Yang ketiga, peraturan ini bisa diterapkan jika perusahaan mengkhawatirkan potensi timbulnya subjektivitas dalam pekerjaan.
Subjektivitas dalam hal ini mencakup beragam hal, mulai dari penilaian kinerja karyawan, pemberian reward and punishment, benefit karyawan, dan sebagainya. Misalnya, pasca penilaian kerja sang istri yang ada di bawah pimpinan suami dalam suatu divisi di perusahaan malah memperoleh promosi jabatan, apakah promosi tersebut murni karena prestasi kerja? Atau turut dipengaruhi posisi yang dimiliki sang suami?
Jika penilaian promosi tersebut memang murni dari prestasi kerja, sangat mungkin akan timbul gosip atau omongan yang kurang mengenakkan dari rekan-rekan kerja.
Berdasar pertimbangan di atas, peraturan larangan pernikahan sesama pegawai di satu kantor memang bisa dibilang masih relevan untuk diterapkan.
Namun, mengingat kian berkembangnya zaman, peraturan memang tak bisa serta merta melarang pegawai sesama kantor untuk memiliki hubungan.
Di banyak perusahaan swasta modern seperti sekarang, peraturan ini memang tak terlalu ketat dan bahkan ada yang memperbolehkan pernikahan antar sesama pegawai.
Pasalnya, diterapkan atau tidaknya peraturan ini memang sangat bergantung pada individu alias karyawan itu sendiri. Apakah ketika peraturan larangan menikah sesama pegawai ini tak diterapkan, sang karyawan tetap bisa mempertahankan profesionalitasnya saat bekerja bersama pasangan atau malah tidak?
Berbicara mengenai pembaruan kebijakan di kantor, seringkali karyawan merasa tak diberi sosialisasi oleh perusahaan. Entah karena email yang tak terbuka, maupun chat melalui platform lain yang tenggelam. Lalu bagaimana mudahnya? Anda dapat mulai menggunakan Talenta sebagai aplikasi yang dapat mempermudah perusahaan dan HR untuk memberi pengumuman kebijakan.
Melalui aplikasi Talenta, setiap karyawan pasti akan mendapat pengumuman terbaru mengenai kebijakan perusahaan tanpa harus tertimbun dengan hal lain seperti di email maupun di platform komunikasi yang tercampur dengan keperluan pekerjaan.
Bahkan, Anda juga dapat memberi survei kepada karyawan melalui aplikasi HRIS Talenta mengenai kebijakan yang akan diterapkan sehingga mendengar pula kebutuhan kedua sisi baik karyawan maupun perusahaan.
Tertarik untuk mencoba Talenta? Isi formulir ini untuk jadwalkan demo Talenta dengan sales kami dan konsultasikan masalah HR Anda kepada kami!
Anda juga bisa coba gratis Talenta sekarang dengan klik gambar di bawah ini.