Bagaimana dampak positif dan negatif dari pengesahan omnibus law lewat UU Cipta Kerja di sektor ketenagakerjaan?
Sejak diberlakukan, banyak hal terjadi, seperti sulitnya lapangan pekerjaan hingga PHK terjadi di mana-mana.
Untuk mengetahui dampak omnibus law lebih lanjut, berikut pembahasan lengkapnya dari Mekari Talenta.
Pengertian Omnibus Law
Omnibus law sendiri adalah istilah yang merujuk pada sebuah metode penyusunan undang-undang di mana satu undang-undang mengubah, mencabut, atau menambahkan beberapa undang-undang lainnya sekaligus.
Di Indonesia, konsep Omnibus Law digunakan untuk merampingkan regulasi dan memperbaiki iklim investasi serta menciptakan efisiensi dalam birokrasi.
Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023) adalah contoh utama penerapan omnibus law di Indonesia.
UU ini mencakup perubahan pada banyak undang-undang yang berbeda, dengan tujuan mempermudah proses perizinan usaha, meningkatkan perlindungan bagi pekerja, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan menguatkan ekosistem investasi.
Dampak Positif yang Awalnya Diharapkan dari Pengesahan Omnibus Law
Peningkatan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu alasan utama adalah untuk meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global. Sebelum Omnibus Law, Indonesia menghadapi tantangan regulasi yang berbelit-belit, perizinan yang panjang dan birokrasi yang kompleks. Hal ini mengurangi daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi.
Omnibus law diharapkan dapat menyederhanakan proses perizinan dan memotong birokrasi, sehingga menarik lebih banyak investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Kemudian secara singkat ada 11 poin penting yang diatur dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kemudahan proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Baca juga: Panduan Lengkap Hak Pekerja yang Terkena PHK Sesuai UU Cipta Kerja
Kemudahan dalam Mendirikan Usaha Baru
Dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan tantangan ekonomi yang semakin besar, pemerintah Indonesia memandang bahwa menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk bisnis akan memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja baru.
Omnibus law diharapkan dapat mendukung penciptaan lapangan kerja dengan mempermudah pembukaan usaha baru dan mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah wirausaha dan juga lapangan kerja.
Selain itu sebelum omnibus law, banyak peraturan yang tumpang tindih dan tidak sinkron antara pusat dan daerah, serta antar-sektor. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum dan memperlambat proses pengambilan keputusan.
Omnibus law bertujuan untuk merampingkan regulasi sehingga harapannya mempermudah investasi yang masuk dan banyak pebisnis yang mau memulai bisnis di Indonesia, mulai dari skala UMKM hingga besar.
Fleksibilitas Tenaga Kerja
Adanya omnibus law juga diharapkan berdampak pada pengaturan jam kerja yang lebih fleksibel dan kemungkinan kerja paruh waktu. Hal ini ampak positif bagi industri yang membutuhkan tenaga kerja dengan jam kerja variatif.
Perbaikan dalam Sektor Ketenagakerjaan
Ada perkembangan teknologi dan ekonomi digital memberikan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia.
Omnibus law diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang kuat untuk pengembangan ekonomi digital dan mendorong inovasi teknologi.
Selain itu, peningkatan infrastruktur merupakan salah satu prioritas pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Melalui omnibus law, pemerintah berupaya mempercepat proses pengadaan lahan dan pembangunan infrastruktur, serta mendukung pengembangan kawasan ekonomi khusus yang dapat mempercepat pembangunan wilayah.
Dampak Negatif Pengesahan Omnibus Law
Risiko Menurunnya Perlindungan Tenaga Kerja
Ada kekhawatiran dari banyak lapisan masyarakat terkait omnibus law, khususnya yang kini diturunkan melalui UU Cipta Kerja, salah satunya adalah PHK yang lebih mudah.
Beberapa pihak berpendapat bahwa omnibus law lebih mengutamakan kepentingan investor dibandingkan hak-hak pekerja.
Banyak yang berpendapat bahwa beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja dapat melemahkan perlindungan terhadap tenaga kerja, seperti pengurangan pesangon, fleksibilitas dalam pengaturan jam kerja, dan peraturan tentang outsourcing.
Melansir Kompas.com dan Tempo.co, tercatat ada beberapa pasal yang cukup kontroversial dan menjadi salah satu tuntutan dari pendemo di tahun 2020 lalu. Berikut beberapa di antaranya.
1. Kontrak tanpa batas pada Pasal 59 UU Cipta Kerja
Pasal 59 ayat (44) UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) di mana sebelumnya batas maksimalnya adalah dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali paling lama satu tahun.
Pasal tersebut menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal ini memiliki potensi untuk membiarkan perusahaan mengeksploitasi pekerja dengan terus menerus memperbarui kontrak tanpa batasan.
2. Cuti panjang tidak lagi wajib pada Pasal 79 dan 84
Pemberian cuti panjang bukan lagi menjadi kewajiban dan sifatnya opsional. Pasal 79 menyebutkan bahwa cuti serta waktu istirahat yang wajib diberikan hanya cuti tahunan, istirahat di antara jam kerja, dan libur mingguan.
Hal ini membuat peraturan terkait cuti panjang dikembalikan lagi pada perusahaan.
3. Pemberian upah minimum pada pasal 88C, 88D, dan 88F
Terdapat klausul “indeks tertentu” dalam Pasal 88D ayat (2) UU Cipta Kerja yang dianggap bisa melenggangkan perusahaan untuk memberikan upah murah.
Kemudian pada Pasal 88F, pemerintah membolehkan perusahaan untuk menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang sudah diatur dalam UU Cipta Kerja dalam keadaan tertentu.
Hal ini sudah mulai terasa di mana banyak pengusaha atau pihak yang memberikan upah di bawah kelayakan serta UMP daerah masing-masing, seperti yang terjadi pada guru honorer dan pekerja UMKM.
Baca juga: Cari Tahu Poin-poin Omnibus Law yang Disahkan
4. Tenaga alih daya pada Pasal 644
Adanya pasal ini membuat perusahaan bisa semakin fleksibel dalam menggunakan tenaga outsourcing atau alih daya. Banyak yang berpendapat bahwa jika tidak ada regulasi dengan baik, tenaga alih daya akan diperbolehkan untuk segala jenis pekerjaan. Meskipun saat ini, ketentuan pelaksanaan tenaga alih daya masih merujuk pada PP No. 35 Tahun 2021.
Kemudian, perekrutan intern atau anak magang kini juga semakin lazim dilakukan oleh banyak perusahaan semenjak diberlakukannya UU Cipta Kerja. Banyak startup yang membuka lowongan untuk anak magang agar bisa memberi upah lebih murah tapi beban kerjanya serupa dengan karyawan tetap.
Perusahaan yang menggaji anak magang dengan sangat tidak layak sudah menjadi rahasia umum. Belum lagi ketika lebih dari setengah total karyawan di perusahaan berisikan anak magang.
Padahal seharusnya, proporsi anak magang di perusahaan maksimal adalah 20% dari total jumlah karyawan di perusahaan tersebut. Hal ini membuat potensi eksploitasi menjadi cukup besar.
Ketidakpastian Hukum dan Implementasi
Proses penyusunan dan pengesahan omnibus law juga menjadi sorotan.
Banyak pihak merasa bahwa proses ini kurang melibatkan partisipasi publik dan transparansi, sehingga memicu protes dan demonstrasi dari berbagai kalangan masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada Februari 2020 silam.
Dampak Lingkungan
Meskipun omnibus law dianggap memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi, penerapannya juga memicu kontroversi dan kritik, terutama terkait dengan standar lingkungan yang mungkin dilonggarkan demi kemudahan investasi.
Para pengamat lingkungan khawatir bahwa penyederhanaan regulasi dapat mengurangi perlindungan lingkungan. Omnibus law dianggap mempermudah prosedur perizinan untuk kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan.
Kesimpulan
Omnibus law di Indonesia, khususnya melalui UU Cipta Kerja, merupakan upaya pemerintah untuk mereformasi regulasi demi menciptakan iklim investasi yang lebih baik, menciptakan lapangan kerja, dan merampingkan birokrasi.
Meskipun memiliki tujuan yang ambisius untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan menarik investasi, implementasi omnibus law juga harus memperhatikan keseimbangan antara kemudahan berusaha dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja serta keberlanjutan lingkungan.
Pada praktiknya semenjak diberlakukan pada 2023 lalu, sektor ketenagakerjaan di Indonesia banyak mengalami tantangan, seperti banyaknya gelombang PHK yang sampai sekarang masih terjadi, serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan.
Belum lagi mengenai batas usia kerja yang sangat rendah untuk beberapa pekerjaan membuat karyawan usia ‘tanggung’ yang baru saja terkena PHK menjadi kesulitan dalam melamar pekerjaan akibat dijegal syarat batas usia maksimal.
Hal ini menjadi salah satu poin penting yang disuarakan masyarakat ketika demo UU Pilkada pada pertengahan Agustus 2024 kemarin di mana DPR ingin mengesahkan UU yang mengatur syarat batas usia minimal calon kepala daerah.
Padahal salah satu tujuan awal dari UU Cipta Kerja adalah agar pengusaha bisa semakin mudah dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang pada akhirnya akan lebih banyak masyarakat yang memiliki pekerjaan. Tapi kenyataannya justru sebaliknya.