Jika ditanya apa gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk digunakan saat ini, maka jawabannya adalah situational leadership.
Perlu disepakati, bahwa di dalam sebuah organisasi khususnya perusahaan tidak ada situasi yang ideal. Baik lingkungan maupun latar belakang individu di dalamnya.
Alasan tersebut yang mendasari mengapa situational leadership dianggap efektif. Sebuah konsep kepemimpinan yang mampu mengakomodasi berbagai situasi.
Lalu, apa itu situational leadership? Mari bahas bersama-sama melalui artikel ini.
Apa Itu Situational Leadership?
Situational leadership adalah gaya kepemimpinan adaptif berdasarkan situasi individu dan tugas yang sedang dihadapi di dalam tim.
Gaya kepemimpinan ini kali pertama dicetuskan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard pada akhir tahun 1960-an untuk menjawab gaya kepemimpinan konvensional yang cenderung kaku.
Teori ini juga menegaskan bahwa tidak ada dikotomi mana gaya kepemimpinan yang paling baik dan buruk.
Hersey dan Blanchard meyakini bahwa situational leadership didasari oleh dua hal yaitu:
- Perkembangan kompetensi individu
- Motivasi atau komitmen individu
Melalui gaya kepemimpinan ini, pemimpin mampu menavigasi setiap perbedaan secara efektif dengan memetakan dan memahami kebutuhan individu di dalam tim.
Dengan kata lain, gaya kepemimpinan dapat diubah sesuai dengan situasi individu di dalam tim. Inilah kenapa situational leadership juga dianggap fleksibel dan terbuka.
Ciri-Ciri Situational Leadership
Ciri-ciri utama situational leadership adalah adaptif. Namun, ada beberapa ciri yang juga harus dimiliki seseorang yang ingin menerapkan gaya kepemimpinan ini. Berikut penjelasannya.
Adaptif
Adaptif merupakan ciri-ciri utama dari situational leadership. Pemimpin yang menggunakan pendekatan ini tidak terpaku pada satu prinsip saja.
Secara fleksibel, pemimpin mengubah cara memimpin sesuai dengan kebutuhan dan latar belakang anggota tim serta proyek yang sedang dikerjakan.
Komunikasi yang Baik
Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya memiliki kemampuan komunikasi yang baik termasuk menjadi pendengar dan mampu berkompromi dengan perbedaan.
Selain itu, komunikasi yang baik seorang pemimpin tidak hanya mampu menyampaikan pesan dan informasi tapi mampu memotivasi bawahannya.
Sikap Empati
Sikap empati merupakan pondasi yang harus dimiliki seorang pemimpin dengan situational leadership.
Dengan sikap empati, pemimpin mampu memahami emosi, kebutuhan, kompetensi sekaligus latar belakang masing-masing individu.
Sikap empati juga memungkinkan seorang pemimpin mampu merespon berbagai masalah individu dengan baik bahkan mengantisipasi masalah-masalah personal.
Misalnya saja demotivasi karyawan, ketidakpercayaan diri, atau perasaan tidak aman yang dirasakan karyawan.
Bahkan menurut riset, seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional termasuk sikap empati mampu meningkatkan kompetensi anggota di bawahnya.
Memiliki Visi Besar
Mengelola tim atau individu dengan dinamika yang berbeda-beda membutuhkan visi dan rencana jangka panjang.
Sehingga ketika ada pergantian dari situasi satu ke yang lainnya, pemimpin dapat beradaptasi dengan cepat tapi tetap selaras dengan tujuan awal.
Selain itu, adanya perbedaan situasi biasanya menciptakan anomali atau masalah-masalah yang tidak terduga sehingga seorang situational leaders juga mampu melihat gambaran besar dan peluang di masa depan.
Berbasis Analisis dan Mampu Memetakan Kompetensi
Seorang situational leader juga harus mampu menganalisis situasi dan kondisi tim secara menyeluruh.
Apa masalah yang sedang dihadapi, sejauh apa tim memahami masalahnya, tingkat kompetensi, situasi psikologis, dan tantangan yang akan dihadapi tim.
Seorang situational leaders juga dituntut untuk mampu memetakan kompetensi tim sesuai dengan kebutuhannya secara tepat.
Adanya Feedback
Model situational leadership memungkinkan adanya aktivitas feedback secara terus-menerus. Baik itu dari leader ke anggota tim maupun sebaliknya.
Feedback yang dilakukan terus-menerus agar gaya kepemimpinan terus sejalan dengan situasi dan tujuan tim.
Mengutip The Center for Leadership Studies, feedback yang terus menerus baik yang terencana maupun tidak juga bisa mendorong kinerja tim di situasi yang berbeda-beda.
Adanya Budaya Belajar
Salah satu alasan kenapa situational leadership juga dikenal dengan teori kepemimpinan siklis adalah adanya siklus perkembangan tim.
Hal ini membuat situational leadership menekankan pada perkembangan kompetensi dan motivasi individu sehingga terciptanya budaya belajar di dalam tim.
Seorang situational leader juga mampu memahami kebutuhan belajar masing-masing individu dan paham bagaimana cara memperlakukan tim berdasarkan kompetensi mereka saat ini.
Hal tersebut juga lah yang membuat situational leadership tidak berperan sebagai pemilik otoritas tertinggi atau penguasa namun seorang mitra bagi timnya.
4 Gaya Kepemimpinan Situational Leadership
Gaya kepemimpinan situational leadership mengkategorikan empat kelompok berdasarkan perkembangan individu di dalam tim. Blanchard menandainya dengan D1 hingga D4.
Berikut kategori kelompok tim yang dikembangkan oleh Blanchard.
- Enthusiastic Beginner (D1): Kelompok ini memiliki tingkat kemampuan kerja yang masih rendah namun memiliki komitmen dan kepercayaan diri yang cukup tinggi.
- Disillusioned Learner (D2): Kelompok ini memiliki kemampuan yang dibutuhkan namun menghadapi kesulitan untuk berkembang sehingga motivasi rentan menurun
- Capable but Cautious Contributor (D3): Kelompok yang sudah memiliki kompetensi yang cukup mumpuni namun masih kurang percaya diri dan cenderung memiliki komitmen yang naik-turun
- Self-Reliant Achiever (D4): Kelompok individu yang memiliki kemampuan tinggi dan percaya diri untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar.
Empat kategori ini yang nantinya mendasari empat gaya kepemimpinan situational leadership menggunakan pendekatan dua dimensi.
Pertama, task atau direction behavior yaitu bagaimana pemimpin memberikan tugas, instruksi, atau merencanakan proyek.
Kedua, relationship behavior yaitu bagaimana pemimpin memposisikan diri di dalam kelompok termasuk menjalin komunikasi atau cara memahami emosi individu di dalam tim.
Berdasarkan pendekatan dua dimensi terhadap masing-masing kelompok ini terbentuklah empat gaya kepemimpinan situational leadership.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat skema gambar di bawah ini.
A. Directing
Directing adalah gaya kepemimpinan yang cocok digunakan untuk tim yang belum memiliki kemampuan mumpuni namun memiliki antusiasme dan optimisme yang tinggi (Kategori D1).
Motivasi tinggi ini biasanya muncul karena individu belum memiliki pengalaman dan memahami permasalahan yang akan mereka hadapi.
Seperti namanya, gaya directing adalah gaya yang menekankan pada pemberian tugas atau instruksi satu arah atau sangat direktif.
Individu di kelompok ini tidak membutuhkan motivasi atau dukungan tapi membutuhkan arahan yang jelas.
Contoh penerapan yang cocok untuk gaya directing:
- Karyawan baru dari kalangan fresh graduate
- Karyawan yang bekerja di lini bottom line seperti customer service dan sales
B. Coaching
Gaya coaching cocok diterapkan untuk kategori D2, yaitu individu yang sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang namun sering kali kehilangan arah.
Biasanya kelompok ini pernah mengalami kegagalan atau mencoba belajar namun tidak memiliki kesempatan untuk berkembang.
Jika kategori ini dipimpin dengan cara yang salah, justru berpotensi menjadi low performers yang bahkan mampu merugikan perusahaan.
Pendekatan coaching ini menekankan pada arahan dan dukungan yang tinggi. Pemimpin tidak hanya memberikan tugas dan arahan namun juga dukungan moral.
Contoh penerapan yang cocok untuk gaya coaching:
- Karyawan yang diminta untuk mengerjakan proyek yang lebih besar skalanya
- Karyawan yang diminta untuk mengerjakan proyek musiman
- Adanya perubahan ekosistem di perusahaan. Misalnya mulai menggunakan AI atau software pendukung pekerjaan
C. Supporting
Gaya supporting lebih mengedepankan dukungan moral tanpa penekanan pada pemberian tugas dan arahan. Mengapa demikian?
Kelompok yang masuk ke kategori D3 ini adalah kelompok yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang baik hanya saja belum memiliki kepercayaan diri dan motivasinya cenderung naik-turun.
Biasanya terjadi ketika mereka diminta untuk mengemban tanggung jawab lebih atau sudah merasa bosan dengan rutinitasnya.
Oleh karena itu, kelompok ini lebih tepat dipimpin dengan gaya supporting. Mereka tidak membutuhkan arahan hanya saja butuh dukungan yang tinggi.
Contoh penerapannya adalah ketika tim sales Anda selalu mencapai target dan ingin menambah jumlah targetnya.
Misalnya lagi ketika perusahaan Anda membutuhkan inovasi baru untuk divisi tertentu, maka gaya supporting ini lebih tepat digunakan.
D. Delegating
Gaya delegating cocok digunakan untuk tim atau individu yang memiliki kompetensi tinggi dan independensi tinggi.
Biasanya merupakan karyawan senior yang memiliki pengalaman di bidangnya dan pernah mengerjakan proyek yang serupa.
Kelompok ini cenderung memahami apa yang mereka lakukan sehingga tidak membutuhkan penekanan arahan atau dukungan yang tinggi.
Dalam hal ini, sebagai pemimpin Anda berperan sebagai pengawas dan memberikan otonomi atau kebebasan lebih kepada tim atau individu tersebut.
Bagaimana Cara Menerapkan Situational Leadership Beserta Contohnya?
Jawabannya adalah memahami lima langkah berikut.
- Langkah Pertama: Identifikasi proyek yang akan dikerjakan, masalah yang mungkin akan dihadapi, dan tujuan dari tim baik jangka pendek maupun panjang.
- Langkah Kedua: Lakukan analisis terhadap masing-masing tim. Ingat! Faktor utamanya adalah kompetensi dan motivasi. Pada tahap hal ini, Anda bisa menggandeng HR.
- Langkah ketiga: Bangun komunikasi dengan tim. Sampaikan apa yang menjadi fokus dan tujuan tim saat ini.
- Langkah Keempat: Saatnya Anda memilih dan menyesuaikan gaya kepemimpinan
- Langkah Kelima: Buat program kerja dan matriks yang ingin digunakan untuk memantau perkembangan tim
- Langkah Keenam: Lakukan feedback secara terus-menerus sesuai periode kerja
Apa saja kasus yang bisa menjadi contoh penerapan situational leadership? Berikut di antaranya.
- Contoh #1: Anda baru membuka sebuah cabang restoran dan merekrut beberapa karyawan baru. Melihat tingginya intensitas pengunjung dan butuh kesiapan yang cepat, pendekatan directing paling sesuai untuk diterapkan agar karyawan tidak kebingungan dan proses transisi berjalan dengan lancar
- Contoh #2: Tim Anda mengalami krisis untuk kali pertama dan melihat sumber daya yang dimiliki cukup untuk menghadapi krisis tersebut, baik dari sisi kompetensi dan teknologi. Gaya supporting cocok digunakan yang mana peran Anda membuka diskusi dan mendorong adanya keputusan partisipatif dari tiap anggota tim
- Contoh #3: Tim Anda memiliki proyek baru dan menyerahkan ke salah satu anggota yang masih belum berpengalaman. Untuk memastikan proyek ini lancar, pendekatan coaching yang paling sesuai dengan cara memberi arahan yang jelas serta dukungan berupa mentoring dan menyediakan sumber daya.
Namun perlu diperhatikan, tidak semua organisasi cocok untuk menerapkan situational leadership.
Instansi pemerintah, perusahaan pelayanan publik, dan perusahaan padat karya seperti manufaktur dan konstruksi tidak cocok menggunakan situational leadership.
Kunci Sukses Situational Leadership: Manfaatkan Data!
Gaya kepemimpinan situational leadership ini sangat bergantung pada data internal karyawan. Baik itu data masa kerja, jabatan, kinerja, feedback, bahkan turnover.
Tanpa data, gaya kepemimpinan satu ini justru bisa menjadi bumerang karena keputusan leadership Anda hanya bergantung pada asumsi dan ini berbahaya.
Untuk itu, Anda perlu memanfaatkan software HRIS yang mampu menghimpun data karyawan secara real-time dan terintegrasi dengan berbagai aspek data lainnya. Salah satunya adalah Mekari Talenta.
Mekari Talenta adalah software HRIS yang tidak hanya mampu mengelola data karyawan tapi berperan juga sebagai aplikasi kinerja karyawan.
Tentunya, hal ini memudahkan Anda untuk mengambil keputusan strategis untuk tim Anda termasuk menentukan gaya kepemimpinan.
Cari tahu Mekari Talenta selengkapnya dan coba demo gratis di sini.