Shif Karyawan dan Ketentuannya Menurut Undang-Undang

By Ervina LutfiPublished 04 Sep, 2019 Diperbarui 20 Maret 2024

Sistem kerja setiap perusahaan beragam dan sangat dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan itu sendiri. Salah satu sistem kerja yang umum dijumpai adalah sistem kerja shifting. Shif karyawan adalah sistem kerja yang membagi jam kerja karyawan, biasanya menjadi tiga bagian dalam 24 jam.

Shif karyawan paling sering digunakan oleh perusahaan dengan produktivitas kerja yang tinggi atau diharuskan berhubungan langsung dengan konsumen setiap saat, misal rumah sakit, call center, dan lain-lain.

Tentang Shif Karyawan

Sebagai HR perusahaan yang menerapkan sistem kerja shift ini, Anda dituntut bisa mengelola administrasi karyawan dengan optimal. Namun sebelum itu, pastikan Anda memahami ketentuan shifting karyawan menurut undang-undang yang mengaturnya.

Banyak poin yang harus Anda ketahui mengenai shif karyawan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 sampai 85 berikut ini.

1. Ketentuan Umum

Shifting karyawan yang diatur oleh pemerintah yaitu shift kerja maksimal dibagi menjadi tiga bagian dalam 24 jam. Sehingga setiap karyawan memiliki maksimal 8 jam kerja setiap hari termasuk jam istirahat di antara jam kerja.

Untuk memenuhi aturan pemerintah maksimal 40 jam per minggu, maka karyawan hanya boleh memiliki 5 hari kerja di setiap bagian shift-nya. Oleh karena itu, jika perusahaan menghendaki adanya tambahan shift kerja, maka karyawan harus diberi surat perintah dari pimpinan perusahaan.

Hal ini berlaku juga apabila karyawan sendiri yang menginginkan tambahan shift kerja tersebut. Surat perintah ini yang akan menjadi dasar penghitungan jam kerja lembur karyawan.
Kemudian terdapat aturan yang memperkuat aturan tersebut, yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 233/Men/2003.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan, bahwa terdapat pekerjaan yang memiliki shift kerja khusus karena pekerjaan yang dilakukan harus secara terus menerus. Pekerjaan tersebut memiliki jenis dan sifat yang memang harus selalu ada bagi konsumen, klien, pelanggan dan pengguna jasa.

Artinya, karyawan dari perusahaan dengan karakteristik seperti itu tidak selalu harus mengikuti ketentuan kerja 8 jam per hari. Bahkan praktiknya sehari-hari dapat lebih dari 8 jam. Hal ini biasanya sudah diatur dalam perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan.

Sebagai contoh perusahaan yang membutuhkan karyawan secara terus menerus adalah rumah sakit, penyediaan listrik, call center, pemadam kebakaran, dan sebagainya. Shif karyawan yang paling umum diterapkan adalah dari jam 07.00-15.00; 15.00-23.00; dan 23.00-07.00.

Namun ada juga perusahaan yang mengatur shift ini dengan jam yang tumpang tindih. Tentu penghitungan gaji dan pengelolaan administrasi lainnya pun berbeda dengan shift yang tidak tumpang tindih.

2. Ketentuan Bagi Perempuan

Kemudian pada pasal 76 Undang-Undang Ketenagakerjaan, terdapat aturan khusus bagi shifting karyawan perempuan. Karyawan perempuan dengan usia kurang dari 18 tahun tidak diperbolehkan mengambil shift ketiga, yaitu pukul 23.00-07.00. Perusahaan juga dilarang memerintahkan mereka bekerja pada jam kerja tersebut, termasuk dilarang memberikan surat perintah mengambil jam lembur pada jam-jam tersebut.

Aturan ini tentu memperhatikan keamanan yang umumnya rendah pada jam-jam tersebut. Shift ketiga juga dilarang bagi perempuan yang sedang hamil. Hal ini dibuat karena dokter menyatakan bahwa jam kerja dini hari berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungan dan calon ibu.

Baca juga: Meski Mudah, Shifting Karyawan Harus Mempertimbangkan 5 Hal Ini

3. Ketentuan Lain

Perusahaan dapat berimprovisasi dalam mengatur jam kerja shifting ini. Misalnya saja dengan menerapkan 7 jam per hari dengan ketentuan 6 hari kerja setiap minggunya. Jika dihitung tentu hasilnya akan menjadi 42 jam per minggu. Maka 2 jam kerja kelebihannya dapat dijadikan sebagai jam kerja lembur agar tidak menyalahi aturan.

Kemudian bagi karyawan yang mendapat bagian shift malam, biasanya hanya 7 jam per hari dengan 5 hari kerja. Hal ini diterapkan mengingat risiko kesehatan karyawan yang selalu bekerja di malam hari hingga pagi datang, lebih besar daripada ketika bekerja pada jam-jam kerja pada umumnya.

Namun jika perusahaan sangat memperhatikan produktivitas dan efisiensi karyawan sehingga tetap ingin menerapkan 8 jam per hari bagi shift ketiga, hal itu sah-sah saja. Perusahaan dapat mengimbanginya dengan menambah besaran jaminan kesehatan sebagai salah satu komponen gaji karyawan. Hal ini sangat bergantung pada kondisi dan kebutuhan perusahaan dalam mengatur jam kerja karyawannya.

Selanjutnya, bagaimana jika terdapat karyawan yang mengambil dua shift dalam sehari? Pemerintah melalui undang-undang, baik Undanng-Undang Ketenagakerjaan maupun Peraturan Menteri lain, tidak mengatur secara khusus terkait pengambilan dua shift dalam 1 hari.

Artinya, apabila terdapat karyawan yang melakukannya, hal itu bukanlah sebuah pelanggaran. Maka bagi perusahaan harus membayarkan gaji karyawan tersebut sesuai dengan jam kerja yang diambilnya. Serta ketentuan lain yang dapat diatur dan disepakati melalui perjanjian kerja bersama.

Itu tadi hal-hal yang harus Anda pahami terkait shifting karyawan. Untuk membantu Anda mengelola jadwal shift, Anda bisa mempercayai Talenta. Seperti merekap, hingga menghitung gaji karyawan berdasarkan shift kerja mereka, agar lebih efektif dan efisien. Talenta hadir dengan banyak fitur, termasuk fitur untuk mengelola shifting karyawan. Yuk cari tahu Talenta lebih lanjut disini.

Tertarik untuk mencoba Talenta? Isi formulir ini untuk jadwalkan demo Talenta dengan sales kami dan konsultasikan masalah HR Anda kepada kami!

Anda juga bisa coba gratis Talenta sekarang dengan klik gambar di bawah ini.

Coba Gratis Aplikasi HRIS Talenta Sekarang!

Image
Ervina Lutfi
Kontributor yang rutin memproduksi tulisan seputar HR dan bisnis, dengan pembahasan teliti, terstruktur, dan mudah dipahami.