Pernah dengar istilah attrition rate? Hal ini merupakan sebuah metrik yang penting bagi HR karena dapat memberikan insight pada perusahaan mengenai stabilitas dan juga kepuasan dari para karyawan.
Artikel kali ini akan membahas secara rinci mengenai attrition rate serta bagaimana cara menghitungnya secara efektif. Simak penjelasannya berikut ini.
Apa Itu Employee Attrition?
Employee attrition adalah istilah yang menggambarkan pengurangan jumlah karyawan di sebuah perusahaan, baik karena pengunduran diri, pensiun, atau alasan lainnya, tanpa adanya penggantian segera untuk posisi tersebut.
Berbeda dengan turnover, yang sering kali mencakup pengisian ulang posisi yang kosong, attrition lebih cenderung menunjukkan penurunan permanen dalam jumlah tenaga kerja.
Penurunan jumlah karyawan ini bisa jadi merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk merampingkan organisasi, atau bisa juga terjadi secara alami karena karyawan pergi tanpa adanya rencana rekrutmen pengganti.
Dalam konteks bisnis, employee attrition dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti budaya kerja, kondisi pasar tenaga kerja, atau kondisi perusahaan itu sendiri.
Beberapa perusahaan secara sengaja menerapkan strategi attrition untuk mengurangi biaya operasional tanpa perlu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan cara tidak menggantikan karyawan yang keluar.
Namun, jika attrition terlalu tinggi atau tidak terkendali, hal ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas, hilangnya pengetahuan dan keterampilan, serta gangguan dalam pelayanan atau operasional perusahaan.
Perusahaan biasanya memantau tingkat attrition sebagai indikator kesehatan organisasi dan untuk menilai efektivitas strategi retensi karyawan.
Dengan pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi attrition, perusahaan dapat mengembangkan kebijakan yang lebih baik dalam meningkatkan kepuasan dan retensi karyawan.
Penyebab Terjadinya Employee Attrition
Berikut adalah beberapa penyebab utama terjadinya attrition di perusahaan.
1. Pensiun
Employee attrition terjadi ketika karyawan pensiun dan perusahaan tidak menggantikan posisinya. Dalam kasus ini, kepergian karyawan adalah alami dan diharapkan, terutama bagi mereka yang telah mencapai usia pensiun atau memenuhi persyaratan masa kerja.
Ini adalah bentuk attrition yang tidak selalu disebabkan oleh ketidakpuasan atau permasalahan dalam lingkungan kerja, tetapi lebih merupakan bagian dari siklus alami dalam organisasi.
2. Resign Sukarela
Resign sukarela atau pengunduran diri karena alasan pribadi atau profesional adalah penyebab umum dari employee attrition.
Karyawan mungkin memilih meninggalkan perusahaan karena alasan seperti mengejar peluang karir baru, keinginan untuk meraih keseimbangan kerja-kehidupan yang lebih baik, atau ketidakpuasan terhadap aspek tertentu dari pekerjaan mereka.
Ketika pengunduran diri ini tidak segera diisi, maka attrition terjadi secara langsung di organisasi.
3. Restrukturisasi
Attrition juga bisa disebabkan oleh restrukturisasi, di mana perusahaan menghapuskan atau menggabungkan beberapa posisi untuk merampingkan operasional.
Restrukturisasi sering dilakukan dalam rangka efisiensi atau perubahan strategi bisnis.
Ketika posisi-posisi tersebut dihapus dan karyawan yang memegangnya tidak digantikan, perusahaan sengaja mengurangi jumlah karyawannya untuk menyesuaikan dengan kebutuhan baru atau tujuan jangka panjang perusahaan.
4. Kondisi Ekonomi atau Industri
Ketika kondisi ekonomi melemah atau industri menghadapi tekanan, perusahaan sering kali melakukan pengurangan jumlah karyawan untuk menyesuaikan beban biaya.
Langkah ini biasanya dilakukan dalam bentuk pengurangan jumlah posisi, tanpa penggantian untuk mengurangi anggaran secara permanen.
Attrition akibat kondisi ekonomi biasanya bersifat strategis dan tidak dipicu oleh kinerja individu karyawan, melainkan karena perubahan pada kebutuhan dan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi tersebut.
Baca juga: Employee Attrition: Perbedaannya dengan Employee Turnover
Apa Itu Attrition Rate?
Attrition rate adalah ukuran yang menggambarkan persentase karyawan yang meninggalkan perusahaan dalam periode waktu tertentu tanpa adanya penggantian posisi tersebut.
Periode waktu ini bisa berupa bulanan, kuartalan, atau tahunan, tergantung pada kebutuhan dan kebijakan perusahaan. Attrition rate mencakup berbagai alasan pengunduran diri, termasuk pensiun, resign sukarela, dan pengurangan staf melalui restrukturisasi.
Tidak seperti turnover yang sering kali melibatkan pengisian ulang posisi yang kosong, attrition lebih menekankan pada pengurangan jumlah karyawan secara permanen.
Dengan kata lain, attrition rate menunjukkan seberapa cepat perusahaan kehilangan tenaga kerjanya tanpa segera menggantikan posisi yang kosong.
Attrition rate sering digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur stabilitas tenaga kerja di dalam perusahaan.
Tingkat attrition yang rendah biasanya menunjukkan bahwa perusahaan mampu mempertahankan karyawan, yang mencerminkan lingkungan kerja yang sehat dan kepuasan karyawan yang tinggi.
Sebaliknya, tingkat attrition yang tinggi dapat mengindikasikan adanya masalah dalam manajemen, budaya perusahaan, atau kondisi kerja yang tidak memadai.
Dengan demikian, attrition rate menjadi salah satu metrik penting bagi HR untuk memahami dinamika tenaga kerja dan mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih.
Mengapa Penting untuk Mengukur Attrition Rate
Mengukur attrition rate sangat penting bagi HR dan manajemen perusahaan karena memberikan wawasan mendalam tentang kesehatan organisasi dan kepuasan karyawan.
Dengan mengetahui tingkat attrition, HR dapat mengidentifikasi apakah perusahaan mengalami masalah retensi karyawan dan mencari tahu penyebab di balik kepergian mereka.
Misalnya, jika attrition rate meningkat secara signifikan, ini bisa menjadi tanda adanya ketidakpuasan karyawan terhadap gaji, kesempatan pengembangan karier, atau budaya perusahaan yang tidak mendukung.
Dengan informasi ini, HR dapat merancang strategi untuk mengatasi masalah tersebut, seperti meningkatkan paket kompensasi, menawarkan program pelatihan dan pengembangan, atau memperbaiki lingkungan kerja.
Selain itu, mengukur attrition rate membantu perusahaan dalam perencanaan strategis dan pengelolaan sumber daya manusia.
Dengan memahami tren attrition, perusahaan dapat memperkirakan kebutuhan rekrutmen di masa depan dan mengoptimalkan proses perekrutan untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik.
Hal ini juga memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya yang terkait dengan turnover tinggi, seperti biaya rekrutmen, pelatihan, dan kehilangan produktivitas akibat kekosongan posisi.
Secara keseluruhan, attrition rate adalah alat penting yang membantu perusahaan menjaga stabilitas tenaga kerja, meningkatkan retensi karyawan, dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Mengukur attrition rate juga memungkinkan perusahaan untuk membandingkan kinerja mereka dengan standar industri atau pesaing.
Dengan demikian, perusahaan dapat menilai apakah mereka berada di jalur yang benar dalam hal retensi karyawan atau perlu melakukan perubahan signifikan dalam strategi HR mereka.
Data attrition rate yang akurat dan analisis yang tepat dapat menjadi dasar untuk pengambilan keputusan yang lebih baik, yang pada akhirnya berkontribusi pada keberhasilan jangka panjang perusahaan.
Jenis-Jenis Attrition Rate Karyawan
1. Voluntary Attrition
Voluntary attrition terjadi ketika karyawan memutuskan untuk meninggalkan perusahaan atas kemauan sendiri.
Alasan di balik voluntary attrition bisa beragam, mulai dari mencari peluang karier yang lebih baik, ketidakcocokan dengan budaya perusahaan, hingga alasan pribadi seperti ingin mengembangkan keterampilan atau menghadapi komitmen keluarga.
Jenis attrition ini sering kali menjadi perhatian perusahaan karena karyawan yang meninggalkan perusahaan secara sukarela biasanya memiliki bakat atau keahlian yang berharga.
Untuk mengurangi voluntary attrition, perusahaan perlu fokus pada peningkatan kepuasan kerja, peluang pengembangan karier, dan budaya kerja yang mendukung.
2. Involuntary Attrition
Involuntary attrition adalah jenis attrition di mana karyawan diberhentikan oleh perusahaan, biasanya karena alasan performa, pelanggaran kebijakan, atau sebagai bagian dari pengurangan tenaga kerja akibat restrukturisasi atau penghematan.
Attrition jenis ini umumnya tidak dikehendaki oleh karyawan, namun dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan kualitas tenaga kerja atau demi kelangsungan operasional.
Involuntary attrition seringkali lebih terkendali oleh perusahaan, tetapi dampaknya tetap perlu dikelola dengan baik, terutama agar tidak menurunkan moral karyawan lainnya.
3. Internal Attrition
Internal attrition terjadi ketika karyawan berpindah dari satu departemen ke departemen lain di dalam perusahaan. Walaupun karyawan tetap berada dalam perusahaan, perpindahan ini bisa memengaruhi stabilitas dan produktivitas di departemen asal mereka.
Jenis attrition ini biasanya dianggap lebih positif karena mempertahankan karyawan dalam organisasi dan memberi mereka kesempatan untuk berkembang di posisi yang lebih sesuai.
Internal attrition dapat didorong oleh HR melalui promosi atau transfer internal sebagai cara untuk meningkatkan keterlibatan dan retensi karyawan.
4. External Attrition
External attrition adalah ketika karyawan meninggalkan perusahaan secara permanen, baik secara sukarela maupun karena keputusan perusahaan.
Karyawan yang pergi ini tidak hanya meninggalkan departemen tertentu, tetapi benar-benar keluar dari perusahaan, yang dapat meninggalkan kekosongan yang berdampak pada alur kerja dan produktivitas.
Jenis attrition ini sering kali dianggap paling merugikan karena perusahaan kehilangan karyawan sepenuhnya, sehingga perlu merekrut pengganti dan melatih karyawan baru untuk posisi tersebut.
Mengelola external attrition secara efektif adalah prioritas HR, terutama dalam mempertahankan karyawan berpotensi tinggi dan menghindari turnover yang tinggi.
Perbedaan Attrition dan Turnover Karyawan
Attrition terjadi ketika seorang karyawan meninggalkan perusahaan dan posisinya tidak diisi kembali, sehingga jumlah total karyawan berkurang.
Attrition biasanya mencerminkan pengurangan secara alami yang terjadi seiring waktu, seperti melalui pensiun, pengunduran diri sukarela yang tidak digantikan, atau restrukturisasi perusahaan.
Karena posisinya tidak diisi kembali, attrition seringkali menunjukkan pengurangan tenaga kerja yang lebih permanen.
Jenis ini umumnya terjadi dalam konteks strategi jangka panjang atau perubahan struktur bisnis yang ingin lebih efisien dan mengurangi biaya operasional dengan mempertahankan tenaga kerja yang lebih kecil namun tetap efektif.
Turnover, di sisi lain, terjadi ketika seorang karyawan meninggalkan perusahaan dan posisinya segera diisi oleh karyawan baru. Turnover dapat berupa turnover sukarela (misalnya, karyawan memilih keluar) atau involuntary turnover (misalnya, karyawan diberhentikan atau dipecat).
Tingkat turnover yang tinggi biasanya menunjukkan adanya fluktuasi atau ketidakstabilan dalam tenaga kerja dan dapat menjadi indikasi adanya masalah dalam lingkungan kerja, kurangnya peluang pengembangan, atau ketidaksesuaian dengan budaya perusahaan.
Turnover tidak mengurangi jumlah total tenaga kerja perusahaan secara permanen karena posisi tersebut tetap terisi, namun tingginya tingkat turnover seringkali berdampak pada biaya rekrutmen, pelatihan, dan adaptasi karyawan baru yang berkelanjutan.
Rumus dan Cara Menghitung Attrition Rate
Attrition rate dihitung dengan membandingkan jumlah karyawan yang keluar dari perusahaan dalam periode tertentu dengan rata-rata total jumlah karyawan selama periode yang sama. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Attrition Rate = (Jumlah karyawan yang keluar dalam periode : Rata-rata total jumlah karyawan dalam periode) × 100
Attrition rate bisa dihitung secara bulanan, kuartalan, atau tahunan, tergantung pada kebutuhan perusahaan. Perhitungan tahunan biasanya lebih umum untuk mendapatkan gambaran besar, sedangkan bulanan atau kuartalan digunakan jika perusahaan ingin mengawasi tren dalam jangka pendek.
Misalnya, pada awal tahun, sebuah perusahaan memiliki 200 karyawan, dan pada akhir tahun, jumlah karyawan yang tersisa adalah 180 karyawan. Selama tahun tersebut, 30 karyawan meninggalkan perusahaan. Maka, untuk menghitung rata-rata total jumlah karyawan selama periode:
Rata-rata total jumlah karyawan = )Jumlah awal karyawan + Jumlah akhir karyawan) : 2 = (200 + 180) : 2=190
Selanjutnya, kita masukkan angka ini ke dalam rumus attrition rate:
Attrition Rate = (30 : 190) × 100 = 15.79%
Hasil ini menunjukkan bahwa selama periode satu tahun tersebut, perusahaan mengalami attrition rate sebesar 15.79%.
Tips Mengelola dan Mengatasi Attrition Rate Karyawan di Perusahaan untuk HR
Fokus pada Retensi Karyawan
Membangun program retensi yang kuat adalah langkah utama dalam mengurangi hilangnya karyawan berharga.
Program retensi bisa mencakup insentif kinerja, penghargaan atas kontribusi, serta rencana pengembangan karir yang jelas untuk mempertahankan karyawan.
Ketika karyawan merasa dihargai dan melihat peluang untuk pertumbuhan, mereka cenderung lebih berkomitmen pada perusahaan.
Analisis Penyebab Attrition
Exit interview dapat menjadi alat berharga untuk memahami alasan utama karyawan meninggalkan perusahaan.
Dengan mempelajari faktor-faktor seperti manajemen, beban kerja, dan lingkungan kerja, HR dapat mengidentifikasi pola atau masalah yang mempengaruhi kepuasan karyawan.
Hasil dari exit interview ini dapat menjadi dasar bagi strategi perbaikan yang lebih efektif.
Kembangkan Budaya Kerja yang Positif
Menciptakan budaya kerja yang positif dan inklusif mampu meningkatkan kenyamanan serta loyalitas karyawan.
Budaya yang mendorong kolaborasi, komunikasi terbuka, serta penghargaan atas kinerja individu dan tim membantu membangun hubungan yang lebih baik antar karyawan dan meningkatkan semangat kerja.
Program Pengembangan Karyawan
Investasi dalam pelatihan, pengembangan keterampilan, dan rencana karier yang jelas membuat karyawan merasa dihargai dan bersemangat untuk mencapai hasil terbaik.
Dengan memberikan kesempatan untuk belajar dan berkembang, perusahaan tidak hanya meningkatkan kompetensi karyawan tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap karir mereka.
Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi
Memastikan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sangat penting untuk mencegah burnout.
Perusahaan dapat memberikan fleksibilitas, seperti opsi remote work atau jam kerja fleksibel, agar karyawan dapat menyesuaikan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi mereka.
Kebijakan ini membantu menjaga kesejahteraan mental dan fisik karyawan, sehingga mereka lebih betah dan produktif.
Perbedaan Attrition Rate dan Turnover Rate
Perbedaan antara attrition rate dan turnover rate terletak pada konsep dan dampak jangka panjang mereka terhadap perusahaan.
Keduanya adalah metrik penting yang digunakan oleh HR untuk mengukur pergerakan karyawan, namun memiliki fokus yang berbeda dalam cara mengukur dan menginterpretasikan hilangnya tenaga kerja.
Attrition rate mengacu pada persentase karyawan yang meninggalkan perusahaan dan posisinya tidak segera diisi kembali.
Attrition sering kali bersifat permanen dan mencerminkan pengurangan alami dalam jumlah karyawan, baik karena pensiun, resign sukarela, atau pemangkasan posisi sebagai bagian dari restrukturisasi.
Dalam banyak kasus, attrition dianggap sebagai pengurangan yang lebih berkelanjutan dan alami, dan mungkin mengurangi total tenaga kerja perusahaan.
Ini umumnya tidak menunjukkan masalah stabilitas atau budaya, tetapi lebih kepada keputusan strategis atau perubahan kebutuhan perusahaan.
Turnover rate, di sisi lain, berfokus pada pergantian tenaga kerja secara aktif. Ini mengacu pada karyawan yang meninggalkan perusahaan dan segera digantikan oleh orang baru.
Tingginya turnover rate dapat mengindikasikan masalah seperti ketidakpuasan karyawan, ketidakcocokan dengan budaya perusahaan, atau peluang kerja lebih baik di tempat lain.
Turnover yang tinggi sering kali berarti ada fluktuasi tinggi dalam tenaga kerja, yang bisa mempengaruhi stabilitas tim, produktivitas, dan biaya rekrutmen perusahaan.
Secara umum, attrition rate lebih sering berkaitan dengan perubahan struktural atau siklus alami, sementara turnover rate lebih mengacu pada dinamika rotasi tenaga kerja dalam perusahaan yang perlu segera diisi kembali untuk menjaga operasional tetap berjalan lancar.
Itulah tadi penjelasan mengenai attrition rate dan bedanya dengan turnover. Mengukur attrition rate penting agar perusahaan mampu menciptakan program retensi karyawan yang efektif dan membuat mereka bertahan lebih lama di perusahaan.
Kemudian untuk mengukur employee attrition dengan mudah dan akurat, Anda juga bisa menggunakan Mekari Talenta. Software HRIS Mekari Talenta memiliki beragam fitur yang memungkinkan Anda mendapatkan insight dari kondisi perusahaan Anda.
Salah satunya adalah insight terkait employee attrition. Melalui Talenta Insights yang bisa Anda akses pada dashboard di web Mekari Talenta, terdapat fungsi Employee at Risk yang menampilkan prediksi laju risiko employee attrition.
Anda kemudian dapat melihat skor akurasi dalam hitungan persen disertai dengan faktor-faktor penyebabnya. Dengan ini, Anda dapat menganalisis situasi lebih jauh dan menciptakan rencana terbaik yang lebih efektif untuk mempertahankan karyawan.
Tertarik mengetahui fitur Mekari Talenta lainnya? Diskusikan kebutuhan Anda bersama tim sales kami sekarang juga dan coba gratis demo aplikasinya.