Transformasi HR Menuju Digitalisasi dari Perspektif Holding Company

By Jordhi FarhansyahPublished 06 Dec, 2021 Diperbarui 20 Maret 2024

Holding company, atau perusahaan induk, adalah perusahaan yang memiliki saham di perusahaan-perusahaan lainnya. Perusahaan tersebut berperan sebagai kepala untuk anak-anak perusahaan yang ada dibawahnya.

Dalam HR stage dari Mekari Conference Virtual 2021 yang diselenggarakan pada hari Rabu (1/12/2021), dalam sesi yang bertajuk Driving HR Transformation Across Holding & Subsidiary Companies, Indah Ilmiasari selaku HRIS Supervisor dari SCG Readymix dan Meiliana selaku Payroll Supervisor dari Kawasan Industri Jababeka bercerita tentang apa saja kesulitan yang dialami saat melakukan transformasi digital dan mengapa itu diperlukan.

Perbedaan dari pengelolaan HR di holding company dan perusahaan pada umumnya

Operasional dan administrasi HR di dua perusahaan dalam satu industri bisa berbeda.

Bayangkan holding company dengan anak-anak perusahaan di berbagai industri, tentu ada banyak disparitas di kebijakan dan pengelolaan HR.

“Di HR holding company kita harus menangani banyak unit bisnis yang mempunyai proses bisnis yang berbeda-beda. Tantangan utama bagi HR adalah bahwa kita harus mencari karyawan yang sesuai dengan kebutuhan setiap unit bisnis,” ujar Meiliana.

Sebagai contohnya, untuk industri hospitality maka penampilan juga menjadi kriteria utama; untuk industri lain, tentu ada kriteria lain yang harus dipenuhi.

Baca juga: Strategy SCG Readymix dalam Mengelola Administrasi Karyawan

Isu-isu yang sering terjadi di pengelolaan HR holding company dan solusi yang diambil

Isu utama yang menjadi kendala bagi Meiliana adalah sulitnya menyeragamkan pemahaman berbagai unit bisnis untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh holding company.

Terkadang sisi HR dari unit bisnis memiliki pemahaman yang berbeda, dan ini adalah tantangan bagi HR dari sisi holding company untuk membuat sisi HR dari unit bisnis bisa mengikuti kebijakan dan panduan dari holding company.

Di sisi lain, Indah juga setuju bahwa kesulitan utama ada di standarisasi kebijakan antar perusahaan.

Indah juga menambahkan bahwa standarisasi ini sangat sulit untuk dilakukan karena faktor-faktor seperti jadwal kerja dan juga manajemen sistem yang berbeda-beda.

Walau begitu, standarisasi sifatnya tidak dipaksakan. Apabila ada penolakan, maka perundingan akan dilakukan terlebih dahulu untuk mencari solusi.

Tergantung situasi dan kondisi anak perusahaan, apabila tidak bisa diaplikasikan maka penyeragaman bisa ditahan terlebih dahulu.

Solusi yang diambil dari Kawasan Industri Jababeka untuk menyelesaikan isu ini adalah dengan menggunakan HRIS.

Sistem HR yang terintegrasi memungkinkan HR holding company untuk mengkonfigurasikan kebijakan-kebijakan dalam sistem agar penyeragaman langsung diimplementasikan secara menyeluruh agar praktik HR dari sisi holding company dan sisi unit bisnis bisa dilakukan dengan benar.

Tantangan utama saat melakukan transformasi digital menuju HRIS

Bagi SCG Readymix, tantangan utama ada di sisi karyawan. Beberapa karyawan ada di golongan usia yang relatif tua, dan mereka tidak bisa beradaptasi dengan mudah ke teknologi digital.

Banyak sosialisasi yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh karyawan bisa menggunakan sistem yang baru.

Apa perbedaan yang dirasakan setelah beberapa tahun menggunakan HRIS?

Dari sisi SCG Readymix, Indah mengatakan bahwa perubahan terbesar ada di manajemen sistem HR. Sebelumnya, banyak proses yang harus dilakukan secara manual.

“Mengalokasikan pekerjaan sekarang jadi lebih mudah. Sebagai contoh, dulu untuk attendance kita harus cek manual setiap harinya di mesin fingerprint, dan dengan Talenta sekarang datanya sudah terintegrasi langsung ke sistem. Untuk payroll juga jadi lebih singkat karena proses manualnya banyak yang hilang,” ujar Indah.

Untuk Kawasan Industri Jababeka, Meiliana menceritakan tentang sebuah kasus yang pernah terjadi sebelumnya.

“Sempat ada kasus dimana ada karyawan dari Pulau Morotai yang mengajukan reimbursement untuk kacamata. Kuitansi fisiknya harus dikirim ke Cikarang, dan bisa dibayangkan berapa waktu yang terbuang di perjalanan jadi reimbursement tersebut diproses sebulan lebih. Sekarang dengan Talenta, teman-teman di Pulau Morotai dapat dengan mudah mengajukan reimbursement dari aplikasi handphone untuk proses yang jauh lebih cepat,” ujar Meiliana.

Image
Jordhi Farhansyah
Penulis yang selama 2 tahun terakhir fokus memproduksi konten seputar HR dan bisnis. Selain menulis, sehari-hari Jordhi juga aktif merawat hobinya di bidang fotografi analog.