HR Planning 8 min read

Redundansi Karyawan di Tempat Kerja, Apakah Baik atau Buruk?

By Jordhi FarhansyahPublished 16 Aug, 2024

Pernah mendengar istilah redundansi? Secara umum, redundansi merupakan pemberhentian kerja karyawan.

Bagaimana pengertiannya lebih jauh dan apakah redundansi efektif untuk perusahaan? Simak penjelasannya di artikel berikut ini.

Apa itu Redundansi?

Dalam konteks pekerjaan, redundansi merujuk pada situasi di mana posisi atau peran seseorang dalam perusahaan atau organisasi dianggap tidak lagi diperlukan. Perusahaan kemudian melakukan pemberhentian karyawan atau PHK.

Hal ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti perubahan dalam teknologi, restrukturisasi organisasi, penurunan bisnis sehingga tidak memiliki cukup dana untuk menggaji karyawan., atau penggabungan peran dan tanggung jawab di dalam perusahaan.

Redundansi sendiri memiliki dua tipe yaitu redundansi secara sukarela atau paksa. Redundansi secara sukarela terjadi ketika perusahaan menawarkan redundansi untuk mendapatkan uang pesangon. Sementara itu redundansi paksa adalah ketika melakukan redundansi langsung pada karyawannya karena berbagai alasan.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Redundansi dalam Pekerjaan

  1. Restrukturisasi perusahaan
  2. Kemajuan teknologi
  3. Penggabungan atau akuisisi perusahaan
  4. Pengurangan anggaran
  5. Perubahan dalam strategi bisnis

Apa Alasan Melaksanakan Redundansi?

Berikut adalah penjelasan tentang berbagai alasan di balik pelaksanaan redundansi, yang mencakup perubahan struktur organisasi, efisiensi biaya, automasi dan teknologi, penurunan permintaan atau penutupan bisnis, serta dampak ekonomi dan operasional yang mempengaruhi keputusan redundansi.

1. Perubahan Struktur Organisasi

Perubahan dalam struktur organisasi sering kali dilakukan untuk menyelaraskan perusahaan dengan tujuan bisnis yang baru, meningkatkan efisiensi, atau merespons perubahan di pasar.

Restrukturisasi ini mungkin melibatkan penggabungan beberapa departemen, pengurangan jumlah manajer, atau penghapusan posisi yang dianggap tidak lagi relevan dalam struktur baru. Ketika perubahan ini terjadi, beberapa peran mungkin menjadi tumpang tindih atau tidak diperlukan lagi, sehingga menyebabkan redundansi.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang sebelumnya memiliki departemen pemasaran terpisah untuk produk yang berbeda mungkin memutuskan untuk menggabungkan departemen tersebut menjadi satu tim pemasaran yang terpusat. Hal ini dapat menyebabkan redundansi pada beberapa posisi manajerial atau staf yang sebelumnya diperlukan.

2. Efisiensi Biaya

Penghematan biaya adalah salah satu alasan utama di balik redundansi. Perusahaan mungkin perlu mengurangi pengeluaran untuk menjaga profitabilitas, terutama dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Dengan mengurangi jumlah karyawan, perusahaan dapat menurunkan biaya operasional seperti gaji, tunjangan, dan fasilitas lain yang terkait dengan tenaga kerja.

Jika sebuah perusahaan menghadapi tekanan finansial dan perlu mengurangi pengeluaran, mereka mungkin memutuskan untuk mengurangi tenaga kerja sebagai cara untuk menurunkan biaya tetap mereka, sehingga beberapa posisi menjadi redundan.

3. Automasi dan Teknologi

Kemajuan dalam teknologi dan otomatisasi dapat menggantikan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Pekerjaan yang bersifat rutin atau repetitif sering kali menjadi target otomatisasi, karena teknologi dapat melakukannya dengan lebih efisien dan tanpa kesalahan.

Akibatnya, posisi yang terkait dengan tugas-tugas tersebut menjadi tidak lagi diperlukan, mengarah pada redundansi.

Misalnya dalam industri manufaktur, pengenalan robot otomatis yang dapat melakukan tugas-tugas produksi dengan cepat dan presisi dapat menggantikan operator mesin manusia, sehingga pekerjaan mereka menjadi redundan.

4. Penurunan Permintaan atau Penutupan Bisnis

Penurunan dalam permintaan untuk produk atau layanan perusahaan dapat menyebabkan surplus tenaga kerja. Jika perusahaan tidak lagi memproduksi atau menjual sebanyak sebelumnya, mereka mungkin tidak memerlukan jumlah karyawan yang sama.

Dalam kasus yang lebih ekstrem, jika sebuah perusahaan menutup seluruh atau sebagian bisnisnya, semua posisi yang terkait dengan bisnis tersebut bisa menjadi redundan.

Contohnya saja, sebuah perusahaan ritel yang mengalami penurunan penjualan signifikan mungkin menutup beberapa toko. Karyawan yang bekerja di toko-toko yang ditutup tersebut mungkin terkena redundansi karena posisi mereka tidak lagi diperlukan.

5. Dampak Ekonomi dan Operasional yang Mempengaruhi Keputusan Redundansi

Faktor ekonomi yang lebih luas, seperti resesi, perubahan kebijakan pemerintah, atau fluktuasi pasar, dapat memaksa perusahaan untuk menyesuaikan skala operasinya.

Keputusan untuk melakukan redundansi sering kali didorong oleh kebutuhan untuk bertahan dalam lingkungan ekonomi yang sulit atau merespons perubahan operasional yang tidak terduga, seperti gangguan rantai pasokan atau kenaikan biaya bahan baku.

Terlebih selama resesi ekonomi, banyak perusahaan mungkin menghadapi penurunan permintaan dan peningkatan biaya, yang mendorong mereka untuk mengurangi jumlah karyawan sebagai upaya untuk tetap bertahan. Hal ini bisa menyebabkan keputusan redundansi yang berskala besar.

Apakah Redundansi Ini Baik Atau Buruk?

Redundansi dalam konteks pekerjaan dapat dianggap baik atau buruk tergantung pada perspektif yang diambil dan situasi spesifik yang dihadapi.

Dari sudut pandang perusahaan, redundansi mungkin diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, beradaptasi dengan perubahan, atau bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Namun, dari sudut pandang karyawan, redundansi sering kali berarti kehilangan pekerjaan, yang dapat membawa dampak negatif yang signifikan.

Keputusan untuk melakukan redundansi harus diambil dengan pertimbangan yang matang, mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan perusahaan untuk tetap kompetitif dan berkelanjutan, serta dampaknya terhadap karyawan dan budaya organisasi.

Pendekatan yang transparan dan berempati dari perusahaan dapat membantu mengurangi dampak negatif redundansi dan menjaga hubungan baik dengan karyawan yang terkena dampaknya.

Berikut penjelasan tentang mengapa redundansi bisa dianggap baik atau buruk.

Redundansi sebagai Sesuatu yang Baik

Efisiensi Operasional

Redundansi dapat membantu perusahaan meningkatkan efisiensi operasionalnya dengan menghilangkan posisi atau proses yang tidak lagi diperlukan.

Hal ini tentu memungkinkan perusahaan untuk fokus pada kegiatan yang lebih produktif dan relevan, mengurangi biaya, dan meningkatkan profitabilitas.

Dengan menggabungkan tugas-tugas yang tumpang tindih atau otomatisasi proses manual, perusahaan dapat mengurangi beban kerja karyawan dan memanfaatkan sumber daya secara lebih efektif.

Keberlanjutan Perusahaan

Dalam situasi ekonomi yang sulit, melakukan redundansi mungkin menjadi langkah yang diperlukan untuk memastikan keberlanjutan perusahaan.

Dengan mengurangi biaya tenaga kerja, perusahaan dapat tetap beroperasi dan menghindari kebangkrutan, yang pada akhirnya dapat menyelamatkan sebagian besar pekerjaan yang tersisa.

Misalnya selama resesi, perusahaan mungkin perlu melakukan pengurangan tenaga kerja untuk bertahan hidup, yang meskipun menyakitkan, bisa mencegah kerugian yang lebih besar di masa depan.

Adaptasi terhadap Perubahan

Redundansi sering kali diperlukan untuk memungkinkan perusahaan beradaptasi dengan perubahan teknologi atau pasar. Menghilangkan peran yang tidak lagi relevan memungkinkan perusahaan untuk bergerak maju dan tetap kompetitif dalam lingkungan yang berubah dengan cepat.

Ketika perusahaan beralih ke teknologi baru, redundansi dapat membuka jalan bagi pekerjaan yang lebih canggih dan inovatif.

Redundansi sebagai Sesuatu yang Buruk

Dampak Negatif pada Karyawan

Redundansi sering kali menyebabkan PHK, yang dapat menimbulkan dampak negatif pada karyawan yang kehilangan pekerjaan. Ini bisa menyebabkan stres, ketidakpastian finansial, dan dampak psikologis yang berat bagi individu dan keluarga mereka.

Karyawan yang terkena redundansi mungkin mengalami kesulitan menemukan pekerjaan baru, terutama jika keahlian mereka tidak mudah dialihkan ke industri lain.

Penurunan Moral dan Produktivitas

Pengumuman redundansi dapat menurunkan moral dan produktivitas di antara karyawan yang tersisa, karena mereka mungkin merasa tidak aman tentang pekerjaan mereka sendiri dan kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan.

Ketika perusahaan melakukan pengurangan tenaga kerja, karyawan yang masih bekerja mungkin merasa cemas dan kurang termotivasi, yang dapat mempengaruhi kinerja mereka.

Potensi Kehilangan Talenta dan Keahlian

Redundansi bisa mengakibatkan hilangnya karyawan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan berharga. Hal ini bisa berdampak negatif pada kemampuan perusahaan untuk berinovasi dan bersaing di masa depan.

Jika perusahaan mengurangi staf tanpa mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang, mereka mungkin kehilangan karyawan yang sangat kompeten yang sulit digantikan.

Tahapan-Tahapan Redundansi

Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses redundansi.

1. Perencanaan dan Pengumuman

Tahap awal dalam proses redundansi melibatkan perencanaan yang matang. Manajemen perusahaan harus menilai kebutuhan untuk melakukan redundansi, mempertimbangkan berbagai alternatif, dan menyusun strategi yang paling sesuai.

Setelah keputusan diambil, pengumuman resmi harus disiapkan dan disampaikan kepada semua pihak yang terkait, termasuk karyawan, manajemen, dan mungkin juga investor atau pemangku kepentingan lainnya.

Manajemen sebuah perusahaan mungkin memutuskan untuk melakukan redundansi sebagai bagian dari restrukturisasi besar-besaran untuk menekan biaya operasional. Setelah merumuskan rencana, mereka mengumumkan keputusan ini kepada seluruh staf melalui pertemuan perusahaan dan email resmi.

Langkah Kunci:

  • Menentukan alasan redundansi dan merumuskan tujuan yang jelas.
  • Menyusun rencana komunikasi yang efektif untuk mengumumkan keputusan redundansi.
  • Menginformasikan karyawan secara resmi tentang niat perusahaan untuk melakukan redundansi.

2. Konsultasi dengan Karyawan dan Serikat Pekerja

Setelah pengumuman, perusahaan harus melakukan konsultasi dengan karyawan yang terdampak dan, jika ada, dengan perwakilan serikat pekerja. Tujuannya adalah untuk membahas alasan redundansi, mengeksplorasi alternatif lain, dan meminimalkan dampak terhadap karyawan.

Konsultasi ini harus dilakukan secara transparan dan jujur untuk membangun kepercayaan dan mengurangi ketidakpastian di antara karyawan.

Perusahaan mungkin mengadakan serangkaian pertemuan dengan perwakilan serikat pekerja untuk membahas dampak redundansi pada karyawan dan untuk mengeksplorasi opsi seperti pengurangan jam kerja atau pelatihan ulang sebagai alternatif redundansi.

Langkah Kunci:

  • Mengadakan pertemuan dengan karyawan dan serikat pekerja untuk menjelaskan situasi.
  • Mendengarkan kekhawatiran dan masukan dari karyawan.
  • Menjelaskan proses yang akan diikuti dan waktu pelaksanaannya.

3. Identifikasi Posisi dan Karyawan yang Terdampak

Setelah konsultasi, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi posisi dan karyawan yang akan terdampak oleh redundansi. Ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria yang jelas dan objektif, seperti kinerja, keterampilan, dan kebutuhan bisnis. Perusahaan harus memastikan bahwa proses ini adil dan tidak diskriminatif.

Perusahaan yang merampingkan operasi mungkin memutuskan untuk menghilangkan beberapa posisi administrasi yang telah menjadi berlebihan karena otomatisasi. Mereka menggunakan kriteria seperti kinerja kerja dan keterampilan teknis untuk menentukan karyawan mana yang akan dipilih untuk redundansi.

Langkah Kunci:

  • Menentukan posisi yang akan dihilangkan berdasarkan analisis kebutuhan bisnis.
  • Menggunakan kriteria yang jelas untuk memilih karyawan yang akan terdampak.
  • Melakukan penilaian ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan atau bias dalam proses ini.

4. Penyusunan Paket Kompensasi dan Bantuan Transisi

Setelah karyawan yang terdampak diidentifikasi, perusahaan harus menyusun paket kompensasi yang adil dan sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.

Selain kompensasi finansial, perusahaan juga harus mempertimbangkan memberikan bantuan transisi, seperti konseling karier, pelatihan ulang, atau bantuan mencari pekerjaan baru, untuk membantu karyawan yang terdampak.

Sebuah perusahaan besar mungkin menawarkan paket pesangon yang mencakup gaji beberapa bulan, pelatihan keterampilan baru, serta layanan outplacement untuk membantu karyawan yang terkena dampak menemukan pekerjaan baru.

Langkah Kunci:

  • Menyusun paket pesangon dan kompensasi lainnya sesuai dengan kebijakan perusahaan dan peraturan hukum.
  • Mengidentifikasi program bantuan transisi yang dapat ditawarkan, seperti pelatihan ulang atau bimbingan karier.
  • Berkomunikasi dengan karyawan mengenai hak-hak mereka dan bantuan yang tersedia.

5. Implementasi Redundansi dan Monitoring Dampaknya

Tahap akhir adalah pelaksanaan redundansi. Ini melibatkan pemberian pemberitahuan resmi kepada karyawan yang terdampak, distribusi paket kompensasi, dan penyediaan bantuan transisi.

Setelah implementasi, perusahaan harus memonitor dampak dari redundansi, baik pada karyawan yang masih bekerja maupun pada operasi bisnis secara keseluruhan. Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa tujuan redundansi tercapai dan untuk mengidentifikasi area yang mungkin memerlukan penyesuaian lebih lanjut.

Setelah melakukan redundansi, perusahaan mungkin memantau produktivitas dan kesejahteraan karyawan yang masih bekerja melalui survei atau pertemuan rutin, serta menyesuaikan strategi jika diperlukan untuk memastikan stabilitas jangka panjang.

Langkah Kunci:

  • Melaksanakan redundansi sesuai dengan rencana yang telah disusun.
  • Menyediakan dukungan yang diperlukan kepada karyawan yang terdampak.
  • Memantau moral dan produktivitas karyawan yang tersisa.
  • Mengevaluasi efektivitas redundansi dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Cara Efektif Menangani Redundansi

Berikut adalah penjelasan tentang cara efektif menangani redundansi, dengan tips khusus untuk HR dan manajemen dalam menangani proses ini dengan bijak:

1. Komunikasi yang Transparan dan Empatik

Komunikasi adalah elemen kunci dalam proses redundansi yang efektif. Penting bagi HR dan manajemen untuk memastikan bahwa semua komunikasi terkait redundansi dilakukan secara transparan dan dengan empati.

Karyawan harus diberi pemahaman yang jelas tentang alasan di balik keputusan redundansi, proses yang akan diikuti, dan bagaimana hal ini akan mempengaruhi mereka. Empati juga penting untuk mengakui perasaan karyawan yang terdampak dan menunjukkan bahwa perusahaan peduli terhadap kesejahteraan mereka.

Sebagai contoh, manajemen perusahaan mengadakan sesi tanya jawab terbuka setelah mengumumkan redundansi, memungkinkan karyawan untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka dan mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang proses yang akan dijalani.

2. Penyediaan Dukungan dan Bantuan Transisi bagi Karyawan yang Terdampak

Untuk membantu karyawan yang terdampak, perusahaan harus menyediakan berbagai bentuk dukungan dan bantuan transisi. Ini bisa termasuk paket pesangon yang adil, konseling karier, pelatihan ulang untuk keterampilan baru, dan dukungan pencarian kerja.

Memberikan dukungan ini tidak hanya membantu karyawan yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga dapat mencegah dampak negatif jangka panjang bagi mereka.

Sebuah perusahaan mungkin menawarkan pelatihan keterampilan digital kepada karyawan yang terkena dampak, memberi mereka alat dan pengetahuan yang diperlukan untuk beradaptasi dengan peluang pekerjaan yang lebih baru di pasar.

3. Menjaga Moral dan Motivasi Karyawan yang Tidak Terdampak

Setelah redundansi, karyawan yang tersisa mungkin merasa cemas atau kehilangan motivasi. Untuk mengatasi ini, HR dan manajemen harus fokus pada menjaga moral dan motivasi mereka.

Ini dapat dilakukan melalui komunikasi yang terus terang, menawarkan dukungan emosional, dan mengajak mereka untuk terlibat dalam proses pemulihan perusahaan. Menunjukkan apresiasi atas kerja keras mereka dan memberikan visi yang jelas tentang masa depan perusahaan juga penting.

Misalnya setelah proses redundansi, manajemen dapat mengadakan pertemuan tim untuk mendiskusikan masa depan perusahaan dan bagaimana setiap karyawan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan baru, sekaligus menawarkan dukungan bagi mereka yang merasa khawatir.

4. Evaluasi dan Penyesuaian Strategi Bisnis untuk Menghindari Redundansi di Masa Depan

Redundansi sering kali menjadi tanda bahwa ada masalah yang lebih dalam dalam strategi bisnis perusahaan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi dan operasi perusahaan setelah redundansi untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

Penyesuaian dalam strategi bisnis dapat membantu mencegah situasi yang sama terjadi di masa depan, dengan fokus pada efisiensi, inovasi, dan adaptasi terhadap perubahan pasar.

Setelah redundansi, perusahaan dapat meninjau ulang model bisnis mereka dan mungkin mengadopsi teknologi baru atau melakukan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan mereka beradaptasi, sehingga mengurangi kebutuhan untuk redundansi di masa depan.

Itulah tadi penjelasan lengkap mengenai redundansi. Menangani redundansi secara efektif membutuhkan pendekatan yang terencana dan berfokus pada kepedulian terhadap karyawan.

Dengan pendekatan yang bijak, perusahaan dapat melewati masa sulit ini dan muncul lebih kuat serta lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.

Nah, untuk memudahkan berbagai tugas dalam masa restrukturisasi dan menghadapi tantangan baru, Anda bisa menggunakan Mekari Talenta sebagai salah satu solusi dalam pengelolaan karyawan yang lebih efisien.

Mekari Talenta memiliki beragam fitur yang memudahkan HR dalam manajemen karyawan, seperti pengelolaan kehadiran, payroll otomatis, hingga aplikasi rekrutmen karyawan yang terintegrasi.

Kunjungi Mekari Talenta dan diskusikan kebutuhan Anda dengan tim sales kami sekarang. Anda juga bisa langsung mencoba demo aplikasi Mekari Talenta secara gratis.

Referensi:

Pelago Health: “What Is Redundancy”

Image
Jordhi Farhansyah
Penulis yang selama 2 tahun terakhir fokus memproduksi konten seputar HR dan bisnis. Selain menulis, sehari-hari Jordhi juga aktif merawat hobinya di bidang fotografi analog.