Insight Talenta 5 min read

Perubahan Cuti Alasan Penting Karyawan Menurut UU No. 11 Tahun 2020

By Jordhi FarhansyahPublished 20 Dec, 2022 Diperbarui 20 Maret 2024

Karyawan berhak untuk mendapatkan cuti karena alasan penting. Tapi bagaimana caranya? Cuti alasan penting menjadi salah satu hal yang berubah dalam undang-undang ketenagakerjaan terbaru yaitu UU No.11 Tahun 2020 atau lebih dikenal dengan UU Cipta Kerja.

Sebelumnya, masalah ini diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam aturan tersebut, pengertian cuti pegawai adalah salah satu hak karyawan yang wajib dipenuhi oleh perusahaan dan pelaksanaannya telah diatur oleh undang-undang.

Dengan adanya perubahan undang-undang ketenagakerjaan dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tentu ada perubahan dalam pengaturan cuti, baik cuti liburan atau cuti alasan penting, dan istirahat karyawan.

Beberapa perubahan dalam pengaturan cuti dan istirahat seperti cuti tahunan dan istirahat panjang, sementara untuk hari libur dan cuti alasan penting lainnya.

Contoh untuk cuti alasan penting yang sebelumnya diatur  dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih sama seperti sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya apa saja yang berubah dan tidak dari cuti alasan penting dan istirahat dalam undang-undang ketenagakerjaan terbaru bisa simak artikel di bawah ini.

Apa Itu UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja?

Penjelasan terkait peraturan cuti terbaru sesuai UU No. 11 Tahun 2020 juga contoh cuti alasan penting karyawan yang harus diketahui.

DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang pada 5 Oktober 2020.

Lalu kemudian ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 sehingga ditetapkan sebagai UU No. 11 Tahun 2020.

Undang-undang baru ini mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan baru terhadap empat UU, salah satunya adalah UU  No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 80 UU 11/2020).

Artinya, UU 11/2020 tidak menghapus sepenuhnya UU 13/2003.

Ketentuan dan pengaturan dalam UU 13/2003 yang tidak disebutkan dalam UU 11/2020 dianggap masih berlaku (Pasal 81 UU 11/2020).

Ada banyak aspek yang diatur dalam UU 11/2020 ini, aspek ketenagakerjaan hanyalah salah satu aspek saja

Secara umum, undang-undang ini ditujukan untuk semakin meningkatkan daya tarik Indonesia untuk investasi dan usaha sekaligus mengusahakan tetap melindungi para pekerja.

Baca juga: Cari Tahu Poin-Poin UU Omnibus Law Cipta Kerja yang Disahkan

Yang Dimaksud dengan Cuti Karena Alasan Penting

Cuti karena alasan penting merupakan cuti yang diberikan oleh perusahaan karena keadaan darurat atau tiba-tiba.

Misalnya, ketika anggota keluarga inti ada yang meninggal atau jatuh sakit tiba-tiba, kondisi serius terkait kesulitan pribadi yang membutuhkan karyawan untuk menghadiri hal tersebut.

Karyawan bisa mengajukan cuti ini dengan memberitahu kepada atasan terlebih dahulu untuk kemudian mengajukan cuti, baik melalui aplikasi atau form cuti.

Atau jika memang sangat darurat, hal ini bisa dilakukan belakangan.

Contoh Perubahan Cuti Alasan Penting dalam UU No. 11 Tahun 2020

Menurut UU 11/2020, pekerja dan buruh berhak mendapatkan empat jenis waktu istirahat dan cuti.

Yaitu istirahat antara jam kerja, istirahat mingguan, cuti tahunan, dan istirahat panjang.

Untuk cuti alasan penting biasanya masuk dalam kategori cuti tahunan.

UU Cipta Kerja mengubah ketentuan terkait istirahat dan cuti tahunan yang sebelumnya tercantum dalam Pasal 79 Ayat 3 UU 13/2003.

Menurut UU 11/2020, ketentuan sebelumnya hanyalah jumlah minimal yang diberikan perusahaan.

Artinya, jumlah keseluruhan cuti tahunan bisa ditambah asal ada kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja dalam surat perjanjian kerja maupun peraturan perusahaan.

Terlepas apakah cuti tersebut dipakai untuk kebutuhan liburan atau cuti alasan penting.

Agar lebih mudah melihat perubahan contoh-contoh cuti untuk alasan penting bisa dilihat melalui tabel di bawah ini.

 

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 Peraturan Turunan UU Cipta kerja No. 11 Tahun 2020
Pasal 79

1. Pengusaha wajib memberikan istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

  1. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
  2. Istirahat mingguan 1(satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 hari (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
  3. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; dan
  4. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing selama 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya  dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

3. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

4. Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu

5. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan menteri

Pasal 81 No. 23 perubahan Pasal 79

Berikut isi yang mengatur terkait cuti termasuk cuti alasan penting.

1. Pengusaha wajib memberi:

  1.  waktu istirahat; dan
  2. cuti.

2. Waktu istirahat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:

  1. Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
  2. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

3. Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.

4. Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

5. Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur  dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal terbaru ini juga mengatur cuti termasuk cuti alasan penting yang berisi :

PP 35/2021, Pasal 22

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberi waktu istirahat mingguan kepada pekerja/buruh meliputi:

a. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. Istirahat mingguan 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pasal 24

1. Dalam hal terdapat kebutuhan waktu kerja dan waktu istirahat selain yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Menteri dapat menetapkan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu lainnya.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha atau pekerjaan
tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 35

1. Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang.

2. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat(1) merupakan Perusahaan yang dapat memberikan istirahat panjang dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

 

Baca juga: Cuti Karyawan, Kapan Waktu yang Tepat untuk Mengajukan?

Mekari Talenta Memastikan Perusahaan Menaati Aturan Cuti Alasan Penting dengan Lebih Mudah

Perubahan pada ketentuan cuti untuk alasan penting berdampak pada tingkat absensi karyawan.

Oleh karena itu penting untuk menggunakan sistem HRIS seperti Mekari Talenta untuk mempermudah hal tersebut.

Dengan adanya perubahan ini tentu perusahaan harus sigap menyesuaikan dengan ketentuan terbaru untuk menghindari konsekuensi baik sanksi pidana maupun yang lain.

Untuk cuti alasan penting seperti misalnya, cuti haid, hamil dan melahirkan, cuti ayah, cuti mengkhitankan anak, atau membaptis anak tidak disebut secara khusus dalam peraturan baru ini.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kalau tidak disebut dalam peraturan baru berarti masig menggunakan ketentuan lama.

 

Cuti alasan penting berdasar Pasal 93 Ayat (2) dan (4) Lamanya cuti
Karyawan menikah 3 hari
Karyawan menikahkan anaknya 2 hari
Mengkhitankan anak 2 hari
Emmbaptis anak 2 hari
Istri melahirkan atau keguguran kandungan 2 hari
Suami/istri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia 2 hari
Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia 1 hari

 

Tidak bisa dipungkiri bahwa karyawan pasti butuh cuti baik itu cuti liburan panjang atau cuti karena alasan penting.

Untuk memudahkan perusahaan menaati aturan ini, apalagi cuti alasan penting menjadi salah satu komponen dalam absensi, bisa menggunakan fitur Attendance di Mekari Talenta.

YouTube video
 

Selain lebih mudah memantau kehadiran karyawan, juga fitur ini sudah terintegrasi dengan HRIS yang akan memudahkan hingga penghitungan payroll dan tunjangan lain yang terkait dengan kehadiran.

Tertarik untuk tahu lebih banyak? Anda bisa langsung jadwalkan demonya bersama tim kami dengan isi link formulir di bawah ini.

Saya Mau Coba Gratis Talenta Sekarang!

Image
Jordhi Farhansyah
Penulis yang selama 2 tahun terakhir fokus memproduksi konten seputar HR dan bisnis. Selain menulis, sehari-hari Jordhi juga aktif merawat hobinya di bidang fotografi analog.