Insight Talenta 5 min read

Iuran BPJS Naik, Ini Perhitungan dan Dampak bagi Perusahaan

By Novia Widya UtamiPublished 04 Nov, 2019

Per Januari 2020, iuran BPJS naik. Lalu apa dampak dan bagaimana perhitungannya bagi perusahaan? Simak selengkapnya di Talenta.

Iuran BPJS naik – Sejak tahun 2014, pemerintah membuat program jaminan kesehatan untuk masyarakat melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Fungsi yang dijalankan oleh BPJS yaitu fungsi pemerintahan di bidang pelayanan umum.

Sesuai pasal 14 UU BPJS, maka setiap WNI dan WNA yang sudah bekerja di Indonesia minimal 6 bulan, wajib menjadi anggota BPJS. Setiap perusahaan pun wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya.

Peserta BPJS tidak hanya wajib untuk pekerja formal saja tetapi juga pekerja informal.

Pemerintah berharap, dengan adanya BPJS, maka seluruh lapisan masyarakat akan menikmati fasilitas kesehatan dengan biaya BPJS tersebut.

Hingga tahun 2019, BPJS menjalankan fungsinya dengan baik dan banyak masyarakat dari berbagai golongan yang merasakan langsung betapa bermanfaatnya BPJS bagi mereka. 

Dana BPJS

Sektor kesehatan tentu bukan perkara sepele karena membutuhkan biaya besar, termasuk agar BPJS dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Lalu, dari manakah dana BPJS selama ini?

Awalnya, pada tahun 2014, BPJS disubsidi oleh APBN sebagai modal awal. Setelah itu, semua peserta BPJS wajib membayar iuran sesuai tingkatan manfaat yang diinginkan.

Khusus untuk warga miskin, iuran BPJS ditanggung oleh pemerintah melalui program Bantuan Iuran. Akan tetapi, sistem iuran BPJS yang telah dijalankan belum efektif sehingga menyebabkan terjadinya defisit setiap tahunnya. 

Kenaikan Tarif Iuran BPJS

Tahun 2019, presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres 75/2019 tentang perubahan Perpres 82/2018 mengenai jaminan kesehatan.

Melalui Perpres tersebut, tertulis mengenai kenaikan tarif iuran BPJS. Besaran kenaikan iuran bervariasi tergantung kategori kepesertaan.

Ada tiga kategori kepesertaan, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI), Peserta Penerima Upah (PPU), dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU). Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

1. Penerima Bantuan Iuran (PBI)

PBI mendapatkan subsidi dana dari pemerintah daerah. Peserta BPJS kategori PBI akan mengalami kenaikan iuran sebanyak Rp19.000.

Tarif iuran awal peserta BPJS PBI adalah Rp23.000, kemudian akan naik menjadi Rp42.000. Kenaikan iuran BPJS kategori PBI tersebut berlaku mulai 1 Agustus 2019.

2. Peserta Penerima Upah (PPU)

Untuk kategori PPU, iuran sebesar 5% dari gaji atau upah, plus tunjangan. Batas maksimal gaji atau upah dengan tunjangan yang dikenai persentase adalah Rp12 juta.

Batas maksimal awalnya adalah Rp8 juta. Sebanyak 4% dari iuran dibayarkan pemberi pekerjaan (perusahaan), lalu sisa 1% akan dibayarkan oleh pekerja. Kenaikan iuran BPJS kategori PPU tersebut berlaku mulai 1 Januari 2020.

3. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)

Untuk kategori PBPU, terdapat tiga jenis kelas yang besaran iurannya berbeda. Untuk kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000. Pada kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000.

Untuk kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000. Kenaikan iuran BPJS kategori PBPU tersebut berlaku mulai 1 Januari 2020 bersamaan dengan kategori PBPU. 

iuran BPJS naik, apa dampaknya bagi perusahaan?

Alasan Kenaikan Tarif Iuran BPJS

Defisit yang dialami oleh BPJS tahun 2019 diprediksi mencapai Rp32,84 triliun. Oleh karena itu, Sri Mulyani selaku menteri keuangan mengusulkan kenaikan tarif iuran BPJS hingga 100%.

Pangkal permasalahan dana BPJS adalah adanya ketidaksesuaian antara jumlah pembayaran pengguna dan uang yang dikeluarkan BPJS untuk membiayai kesehatan peserta.

Hal ini bermula karena data yang ada menunjukkan bahwa terdapat masyarakat yang melakukan kecurangan sehingga menyebabkan BPJS mengalami defisit yang sangat besar.

Sejumlah 64,7% ibu hamil yang melahirkan menggunakan BPJS baru mendaftarkan keanggotaannya satu bulan sebelum melahirkan.

Lalu 43,2% dari persentase ibu yang melahirkan menggunakan BPJS tadi langsung berhenti membayar iuran BPJS sebulan setelah melahirkan.

Hal ini tentunya sangat berdampak pada pendanaan BPJS. Masih terdapat masyarakat yang belum memahami konsep subsidi silang sehingga hanya mementingkan dirinya saja.

Masyarakat juga beranggapan bahwa jika tidak sakit atau belum membutuhkan BPJS maka boleh menunggak bayar iuran.

Sanksi yang Diperketat

Dengan tarif iuran awal saja, masyarakat masih banyak yang tidak mau membayar dengan tertib dan rutin.

Apalagi munculnya kenaikan tarif, yang menuai pro dan kontra, masyarakat akan makin sulit ketika diminta membayar iuran BPJS.

Oleh karena itu, dilakukan berbagai usaha agar program kali ini bisa lebih teratur salah satunya dengan penerapan denda.

Dasar hukum untuk ancaman denda ini memang belum disahkan, namun telah dibuat rancangannya.

Peserta yang berhenti membayar iuran setelah memakai layanan kesehatan BPJS dapat terkena denda yang besarnya 2,5% dari ongkos rumah sakit dan ongkos itu sendiri.

Denda yang bisa dijatuhkan pada peserta BPJS lalai ini maksimal Rp30 juta.

Selain dengan cara denda, pemerintah berusaha membuat sistem integritas agar peserta BPJS rajin membayar iuran.

Nantinya kepatuhan bayar BPJS akan digunakan sebagai syarat ketika mengurus paspor, SIM, STNK, sampai IMB.

Dengan begitu, masyarakat harus membayar iuran BPJS dengan tertib agar tidak terkendala ketika mengurus dokumen penting lainnya.

Pemerintah juga mencanangkan akan ada penagih yang datang ke rumah jika peserta menunggak membayar iuran BPJS.

Dampak pada Masyarakat

Banyak masyarakat yang merasa keberatan terhadap kebijakan kenaikan tarif iuran BPJS. Masyarakat yang kontra terutama dari peserta BPJS PBPU.

Kenaikan tarif iuran hingga 100% dirasa sangat memberatkan.

Hal ini akan sangat terasa ketika dalam satu Kartu Keluarga (KK) memiliki banyak anggota sedangkan dari seluruh jumlah anggota tersebut hanya satu yang bekerja dengan gaji UMR.

Sedangkan dari kubu yang pro merasa solusi kenaikan tarif tidak memberatkan. Terdapat berbagai jenis solusi yang mencoba untuk ditawarkan, salah satunya dengan cara turun kelas bagi peserta PBPU.

Terbuka kemungkinan juga untuk peserta PBPU yang benar-benar tidak bisa membayar setelah kenaikan tarif iuran untuk mendaftarkan diri menjadi peserta PBI sehingga dibantu pembiayaannya oleh Pemerintah Daerah.

Meski kenaikan tarif iuran BPJS ini menimbulkan kontroversi, namun BPJS akan tetap berusaha menjalankan fungsinya pada tahun-tahun mendatang.

Telah banyak masyarakat yang merasa tertolong atas adanya keanggotaan BPJS sehingga biaya kesehatan yang tinggi menjadi lebih terjangkau bahkan gratis.

Oleh karena itu, semestinya pemerintah dan masyarakat bisa saling bekerja sama agar kebijakan-kebijakan yang muncul dan akan diterapkan tidak merugikan salah satu pihak.

Dampak Kenaikan BPJS Bagi Perusahaan

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan menemukan temuan bahwa terdapat 50.475 badan usaha yang belum tertib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Data dari BPKP juga menemukan bahwa terdapat sekitar 528.120 pekerja yang belum didaftarkan BPJS oleh 8.314 badan usaha. Juga ditemukan 2.348 badan usaha yang tidak melaporkan gaji dengan benar.

Dengan adanya fakta ini, pemerintah juga mengeluarkan sanksi yang telah diatur dalam PP No 86 Tahun 2013.

Perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam peserta BPJS akan dikenakan sanksi berupa pencabutan perizinan usaha dan izin-izin lainnya.

Pengaruh Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan dalam Komponen Perhitungan Gaji Karyawan

Seperti yang telah dijelaskan di atas. Iuran BPJS bagi Peserta Penerima Upah akan mengalami perubahan dalam batas maksimal gaji karyawan.

S ebelumnya batas maksimal gaji adalah Rp8 juta, mulai 1 Januari 2020 batas maksimal ini mengalami kenaikan di angka Rp12 juta.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini Talenta akan memberikan beberapa contoh yang bisa menjadi gambaran untuk Anda.

Contoh #1

Ria bekerja di sebuah perusahaan Coffee Shop di Jakarta dengan gaji sebesar Rp4.000.000. Karena UMP Jakarta di Tahun 2020 naik menjadi 4.267.349 maka perhitungan iuran BPJS Ria menggunakan UMP Jakarta.

Iuran BPJS yang ditanggung perusahaan = 4% x 4.267.349 = 170.693

Iuran BPJS yang ditanggung perusahaan = 1% x 4.267.349 = 42.673

Total Iuran BPJS Ria adalah Rp213.366

Contoh #2

Maria bekerja di perusahaan multinasional Jakarta dengan gaji sebesar Rp5.000.000. Karena gaji Maria lebih besar dari UMP  Jakarta, maka perhitungan iuran BPJS Ria menggunakan angka gaji yang ia terima.

Iuran BPJS yang ditanggung perusahaan = 4% x 5.000.000 = 200.000

Iuran BPJS yang ditanggung perusahaan = 1% x 5.000.000 = 50.000

Total Iuran BPJS Ria adalah Rp250.000

Contoh #3

Rudi bekerja di perusahaan retail Jakarta dengan gaji sebesar Rp13.000.000. Karena gaji Rudi lebih dari batas iuran BPJS yang telah ditentukan (Rp12.000.000), maka perhitungan iuran BPJS Rudi menggunakan angka tersebut.

Iuran BPJS yang ditanggung perusahaan = 4% x 12.000.000 = 480.000

Iuran BPJS yang ditanggung perusahaan = 1% x 12.000.000 = 120.000

Total Iuran BPJS Ria adalah Rp600.000

Itulah beberapa hal penting terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan di Tahun 2020 nanti. Dengan memahami informasi tersebut, Anda sebagai HR jadi lebih mudah dalam menghitung iuran BPJS Kesehatan karyawan.

Namun, bagi Anda yang telah menggunakan software payroll atau HR tidak perlu lagi bingung menghitung komponen gaji karyawan, termasuk iuran BPJS.

Software payroll akan secara otomatis melakukan update informasi dan memberlakukannya secara otomatis ke sistem payroll tersebut. 

Tertarik untuk mencoba Talenta? Isi formulir ini untuk jadwalkan demo Talenta dengan sales kami dan konsultasikan masalah HR Anda kepada kami!

Anda juga bisa coba gratis Talenta sekarang dengan klik gambar dibawah ini.

Coba Gratis Aplikasi HRIS Talenta Sekarang!

Novia Widya Utami